Berita UtamaKhazanahLintas NusaPolitikTerbaru

Tandatangan Massal, Ratusan Warga Gampong Pande Resmi Surati Menteri PUPR RI: Tolak IPAL!

Tandatangan massal, ratusan warga Gampong Pande Banda Aceh
Tandatangan massal, ratusan warga Gampong Pande Banda Aceh Resmi Surati Menteri PUPR RI: Tolak IPAL!

NUSANTARANEWS.CO, Banda Aceh – Tandatangan massal, ratusan warga Gampong Pande Banda Aceh yang tergabung dalam Forum Masyarakat Penyelamat Situs Sejarah Gampong Pande (FORMASIGAPA) secara resmi menyurati Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI.

Surat dari FORMASIGAPA Nomor 001/GP-F/III/2021, tanggal 14 Maret 2021, Perihal: Penolakan Dan Pemberhentian Pembangunan IPAL Kota Banda Aceh, ditujukan kepada Menteri PUPR RI C/q Direktur Jenderal Cipta Karya dan kepada Walikota Banda Aceh.

Berikut adalah isi surat tersebut:

Bahwa sesuai surat Walikota Banda Aceh Nomor 660/0253 tanggal 16 Februari 2021 perihal Lanjutan Pembangunan IPAL Kota Banda Aceh yang dialamatkan kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) C/q Direktur Jenderal Cipta Karya, dengan ini kami Forum Masyarakat Penyelamat Situs Sejarah Gampong Pande (FORMASIGAPA) menyampaikan bahwa:

  1. Bahwa Gampong Pande merupakan Kota Tua yang terbenam sejarah masa lalu. Hal ini terbukti oleh adanya benda-benda bersejarah, yang muncul pasca tsunami di Aceh pada tahun 2004.
  2. Bahwa pada saat mulainya pembangunan proyek IPAL sekitar tahun 2015, dilokasi atau areal pembangunan tersebut ditemukan makam kuno sehingga memancing kericuhan masyarakat Aceh pada saat itu, sehingga masyarakat mendesak pembangunan IPAL dihentikan untuk menyelamatkan tempat temuan nisan berusia ratusan tahun. “Cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan agama, dan/atau kebudayaan” hal ini sebagaimana diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.
  1. Bahwa pada bulan November 2017, Gubernur Aceh kala itu, Irwandy Yusuf, mengatakan proyek tersebut dihentikan dan dipindahkan ke lokasi lain. Hal itu disampaikan setelah melakukan tinjauan ke lokasi pembangunan IPAL. Proyek tersebut merupakan kecelakaan sejarah.
  2. Bahwa dengan pembangunan tersebut akan merusak dan menghiangkan jejak-jejak peradaban Islam, serta hilangnya identitas Sejarah Aceh, karena lokasi tersebut merupakan titik nol Kota Banda Aceh dan tempat para Ulama dan Bangsawan Aceh dimakamkan.
  3. Bahwa situs-situs bersejarah di Gampong Pande merupakan bahagian daripada sejarah Aceh secara keseluruhan.
  4. Bahwa penghilangan situs sejarah merupakan salah satu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) sebagaimana tersebut dalam pasal 6 ayat 1 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi: “Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat dan pemerintah”.
  5. Bahwa berdasarkan penemuan masyarakat Gampong Pande pada khususnya, di tempat tersebut masih banyak ditemukan sits-situs bersejarah dan Makam-makam kuno.
  6. Bahwa sesuai hasil keputusan rapat masyarakat Gampong Pande pada tanggal 13 Maret 2021 tentang Penolakan dan Pemberhentian Lanjutan Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
  7. Bahwa sesuai Surat Pernyataan Masyarakat Gampong Pande Penolakan Terhadap Tindak Lanjut Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) tertanggal 13 Maret 2021.
Baca Juga:  Kemiskinan Masalah Utama di Jawa Timur, Sarmuji: Cuma Khofifah-Emil Yang Bisa Atasi

Berdasarkan poin-poin diatas tentunya masyarakat Gampong Pande WAJIB MENOLAK pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan alasan yang sangat kuat yaitu untuk Menyelamatkan Pusaka Sejarah Peradaban Islam dan Budaya, karena pada masa lalu Gampong Pande adalah sebuah kerajaan besar, sehingga sudah barang tentu pasti meninggalkan berbagai jejak-jejak sejarah, artefak-artefak, batu nisan, dokumen-dokumen, benda sejarah, berbagai pusaka, dan sebagainya. Sehingga pembangunan proyek IPAL akan menjadi akhir yang banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya.

Untuk itu kami Forum Masyarakat Penyelamat Situs Sejarah Gampong Pande (FORMASIGAPA) meminta kepada Bapak Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) khususnya Direktur Jenderal Cipta Karya untuk Projek Pembangunan IPAL segera dihentikan dan mengalihkan ke lokasi lain, agar tidak menimbulkan kericuhan dan kegaduhan dalam masyarakat.

Demikian diatas tadi surat dari FORMASIGAPA. Surat ini ditembuskan antara lain kepada: Presiden RI, Ketua DPR RI, Pimpinan Komisi V DPR RI, Gubernur Aceh, Ketua DPR Aceh, Kepala Bappeda Aceh, Kepala PUPR Aceh, Kepala Balai Pemukiman Wilayah Aceh, Ketua DPRK Banda Aceh, Kepala Kantor Perwakilan KOMNAS HAM Aceh, Kepala PUPR Kota Banda Aceh, Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh.

Baca Juga:  Terima Pataka dari BNPB, Jawa Timur Tuan Rumah  Bulan PRB Tahun 2025

Dalam lampiran surat ini, terlampir pula Surat Pernyataan Penolakan Terhadap Tindak Lanjut Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

Yang isinya sebagai berikut:

Bahwa sesuai surat Walikota Banda Aceh Nomor 660/0253 tanggal 16 Februari 2021 perihal Lanjutan Pembangunan IPAL Kota Banda Aceh yang dialamatkan kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) C/q Direktur Jenderal Cipta Karya, dengan ini kami Masyarakat Gampong Pande Kecamatan Kuta Raja Kota Banda Aceh menyatakan:

  1. Bahwa di lokasi proyek IPAL masih berbekas bangunan Masid Tua. Masjid tersebut umurnya lebih tua daripada Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.
  2. Bahwa pembangunan proyek tersebut sangat mengganggu kenyamanan kami disebabkan lokasi tersebut merupakan tempat bersejarah, yang dibuktikan dengan berbagai macam penemuan batu nisan kuno dan uang dirham.
  3. Bahwa dengan dibangun pembangunan tersebut akan menghilangkan situs sejarah di Gampong Pande.
  4. Bahwa situs sejarah tersebut merupakan makam para Syuhada, Raja-Raja, para saudagar dan masyarakat lainnya (para nenek moyang kami) yang sudah meninggal ratusan tahun yang lalu dengan pembuktian bahwa pada makam tersebut masih utuh batu Nisan Kuno.
  5. Bahwa dengan pembangunan tersebut akan mengakibatkan perpecahan dalam masyarakat, sehingga hilangnya rasa nasionalisme.
  6. Bahwa kami para cucu dari pada nenek moyang kami sangat merasa kehilangan dan kesedihan yang sangat mendalam apabila dihilangkan makam atau situs tersebut.
  7. Bahwa sebagaimana pengakuan sdr. Amiruddin (Keuchik Gampong Pande pada saat itu) kepada Tuha Peut Gampong Pande yaitu “beliau tidak pernah menyetujui Lanjutan Pembangunan IPAL pada beberapa kali rapat dengan pihak Pemerintah Kota Banda Aceh. Bahwa sdr. Amiruddin tidak hadir pada rapat terakhir tanggal 3 Februari 2021 di Pendopo Walikota untuk pengambilan Keputusan Lanjutan Pembangunan IPAL.
  8. Bahwa kami sangat berharap kepada Pemerintah Pusat ataupun pemerintah daerah supaya seluruh situs bersejarah yang ada di Gampong Pande untuk dilestarikan (Bukan dimusnahkan).

Maka berdasarkan alasan tersebut diatas kami Masyarakat Gampong Pande MENOLAK Tindak Lanjut Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

Demikian Surat Pernyataan ini kami buat, dengan harapan Tindak Lanjut Pembangunan IPAL di Gampong Pande untuk di HENTIKAN SELAMANYA!

Baca Juga:  Budaya Pop dan Dinamika Hukum Kontemporer

Demikian diatas tadi adalah isi Surat Penolakan IPAL yang ditandatangani langsung secara massal oleh lebih dari 200 orang warga Gampong Pande pada tanggal 13 Maret 2021.

Selain melampirkan Surat Penolakan diatas, surat kepada Menteri PUPR RI ini juga melampirkan Surat Pernyataan dari Bapak Amiruddin, yaitu Keuchik Gampong Pande yang selama ini digembar-gemborkan oleh Walikota Banda Aceh sebagai pihak yang setuju dalam rapat pengambilan Keputusan Bersama untuk melanjutkan IPAL.

Maka melalui Surat Pernyataan ini Bapak Amiruddin secara resmi membantah pernyataan Walikota Banda Aceh tersebut.

Berikut adalah isi Surat Pernyataan Bapak Amiruddin:

Dengan ini saya Amiruddin menyatakan bahwa:

  1. Benar saya merupakan mantan Keuchik Gampong Pande (SK saya berakhir sampai dengan 26 Februari 2021).
  2. Saya TIDAK PERNAH MENYETUJUI Lanjutan Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) pada beberapa kali rapat dengan pihak Pemerintah Kota Banda Aceh.
  3. Saya TIDAK BERHADIR PADA RAPAT terakhir tanggal 3 Februari 2021 di Pendopo Walikota untuk pengambilan Keputusan Lanjutan Pembangunan IPAL.

Demikian Surat Pernyataan ini saya buat, dengan sadar, penuh tanggungjawab dan tanpa paksaan dari pihak manapun.

Itulah isi lengkap Surat FORMASIGAPA kepada Menteri PUPR beserta semua lampirannya, termasuk dilampirkan lebih dari 200 tandatangan warga Gampong Pande yang menolak pembangunan IPAL di Gampong Pande.

Sementara itu Pemimpin Darud Donya Cut Putri mengapresiasi warga Gampong Pande yang secara tegas menolak pembangunan proyek IPAL di Gampong Pande.

“Walikota Banda Aceh, dengarlah aspirasi masyarakat dan suara para Ulama Aceh. Adalah hal yang sangat menyakitkan melihat kehormatan para Raja dan Ulama Indatu Bangsa Aceh dilecehkan! Dan kawasan makamnya dijadikan Pusat Pembuangan LimbahTinja Manusia!” tegas Cut Putri.

Cut Putri menambahkan, “Untuk diketahui bahwa hanya beberapa langkah, tepat disamping gunung Sampah dan kolam-kolam raksasa penampung Tinja Manusia itu, dapat terlihat hamparan Situs pusara persemayaman para Ulama dan tapak Masjid Istana Kerajaan Islam terbesar di Asia Tenggara, di kawasan situs paling bersejarah Kerajaan Islam Aceh Darussalam, yang dikenal sebagai Kawasan Istana Darul Makmur Kuta Farushah Pindi yang artinya Istana Benteng Para Pahlawan Islam.” (Red)

Kontributor/Pewarta: Mawardi Usman

Related Posts

1 of 3,050