NUSANTARANEWS.CO – Dalam sejarahnya, Kabupaten Surakarta, Jawa Tengah memiliki peran penting dalam dinamika peradaban di tanah Jawa. Kota ini juga memiliki kearifan lokal yang menjadi salah satu benteng terhadap tradisi masyarakat Jawa.
Beberapa kerajaan besar sempat becokol di wilayah ini, mulai dari Kerajaan Pajang hingga Kesunanan Surakarta. Kota yang kerap dibanding-bandingkan dengan Yogyakarta ini memiliki situs-situs sejarah masa lampau yang kalah menarik untuk dikunjungi.
Sederet cagar budaya yang menyimpan peristiwa masa silam itu masih berdiri kokoh. Nah, untuk menikmati pergantian tahun 2016-2017 kali ini, tampaknya Surakarta bisa menjadi alternatif pilihan untuk bisa dikunjungi.
Keraton Kasunanan
Keraton Kasunanan kerap dioposisi binerkan dengan Keraton Kasultanan Ngayogyakarta. Hal ini tak berlebihan, mengingat keduanya – Keraton Kasunanan dan Kasultanan Ngayogyakarta – dulunya berasal dari cikal bakal kerajaan yang sama, yakni Kerajaan Mataram Islam. Dimana Mataram Islam ini berpusat di Kota Gede, Yogyakarta.
Sampai saat ini, komplek Keraton Kasunanan Surakarta masih berdiri kokoh. Pengunjung bisa melihat bagaimana situs bersejarah ini dulunya pernah mewarnai kejayaan tempo dulu. Keraton Kasunanan juga menjadi saksi sejarah atas kejayaan Sunan Pakubuwana II. Banyak benda-benda bersejarah yang masih terawat di tempat ini.
Astana Oetara Surakarta
Tempat ini merupakan tempat bersemayamnya para tokoh-tokoh besar dinasti Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkunegoro VI. Kompleks pemakaman Astana Oetara Surakarta yang berada di Kampung Nayu ini berdiri sejak 1928. Selain menjadi makam Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkunegoro VI dan keluarga, di luar komplek makam terdapat terdapat makam Patih Sarwoko.
Di Astana Oetara Surakarta ini terdapat prasasti peninggalan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkunegoro VI. Pada prasasti tersebut memuat riwayat hidup Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkunegoro VI.
Dulunya, bangunan komplek makam ini merupakan bukit yang memiliki luas sekitar 1 hektar. Terdapat pula bangunan rumah joglo khas Jawa masih berdiri kokoh hingga sekarang.
Pura Mangkunegaraan
Dalam sejarahnya, bangunan Pura Mangkunegaran merupakan peninggalan sebuah kadipaten agung atau kerajaan kecil yang diprakarsai oleh Raden Mas Said. Namun perjanjian Giyanti yang menyebabkan lahirnya kerajaan Solo dan Jogja menjadikan polemik tersendiri bagi keberadaan Pura Mangkunegaran.
Setelah terjadinya perjanjian Salatiga tahun 1757 memaksa pembagian kekuasaan Mataram Islam menjadi tiga kekuatan besar. Ketiga kekuatan tersebut adalah Keraton Kasunanan Surakarta, Kasultanan Ngayogyakarta dan Pura Mangkunegaran.
Sampai saat ini, situs peninggalan Pura Mangkunegaran masih berdiri kokoh. Bahkan pemerintah Indonesia menetapkan kawasan ini sebagai cagar budaya (haritage) yang dilindungi oleh negara. Pura Mangkunegaraan lebih banyak digunakan untuk kegiatan ritual adat dan berbagai pertunjukan kesenian tradisional.
Petilasan Keraton Pajang
Petilasan Keraton Pajang terletak diperbatasan Kelurahan Pajang – Kota Surakarta (Solo) dan Desa Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo. Secara bangunan, petilasan Keraton Pajang hanya menyisakan puing-puing pondasinya saja. Dengan kata lain, Keraton Pajang secara fisik sudah tak lagi ditemukan. Meski demikian, kita bisa menjelajah bagimana bentuk bangunan dari Keraton Pajang ini melalui pondasi-pondasinya.
Cagar budaya ini menjadi salah situs yang menarik untuk dikunjungi. Pasalnya, di balik petilasan Keraton Pajang ini kita bisa menyaksikan bagaimana dulunya Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya memprakarsai lahirnya kerajaan pajang. Kerajaan Pajang berdiri pada tahun 1568, setelah runtuhnya Kerajaan Demak Bintaro.
Sekalipun usia kerajaan Pajang hanya sebentar, setidaknya kerajaan Islam ini telah mewarnai dinamika suksesi kerajaan di Jawa di abad 16. Runtuhnya Kerajaan Pajang bersamaan berdirinya Kerajaan Mataram Islam di Kota Gede, menjadi titik akhir kekuasaan Sultan Hadiwijaya. (Red-01)