NUSANTARANEWS.CO, Pandeglang – Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, mengatakan selama 2 tahun terakhir impor jagung turun 66 persen atau setara 3 juta ton. Ini karena upaya peningkatan produksi jagung di sejumlah daerah dengan beberapa cara tanam, misalnya tumpang sari.
Salah satu contohnya sistem tumpang sari dengan karet, di Pandeglang, Banten, maupun tumpang sari dengan perkebunan kelapa sawit di Medan. Upaya berhasil menggenjot produksi jagung selama 2 tahun terakhir.
“Nah ini integrasi, ini program baru. Dulu tidak pernah ada integrasi jagung dengan sawit, karet dengan jagung, hutan dengan jagung. Ini kami lakukan kenapa impor kita turun 66%,” ujar Amran, di Desa Kedujangkung, Mekarjaya, Pandeglang, Banten, Rabu (29/3/2017).
Dari data Kementan, produksi jagung selama dua tahun terakhir meningkat 21,9% dari 19 juta ton pada 2014 menjadi 23,2 juta ton pada 2016.
Amran mendorong Provinsi Banten menjadi daerah penopang produksi jagung sehingga Indonesia tak perlu impor. Ini bisa terwujud karena Banten memiiki potensi 200.000 hektar lahan ‘tidur’ yang tersebar di Pandeglang, Lebak, Cilegon, Tangerang, dan lainnya.
“Kami mau jadikan Banten penopang Jakarta dengan jagung,” ucap Amran.
Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten, Sobirin, mengatakan kelebihan sistem integrasi karet dengan jagung adalah memanfaatkan lahan komoditas seperti karet dan kelapa sawit yang sedang direplanting atau belum produktif. Hal itu karena tanaman karet atau sawit baru akan produktif setelah ditanam 2-3 tahun.
Alhasil, sambil menunggu produktivitas, lahan itu dia bisa ditanami jagung. “Mengefisiensi proses pengolahan jika dibandingkan hanya jagung saja yang ditanam dalam satu lahan. Tumpang sari itu pemanfaatan lahan di bawah tegakan,” ungkap Sobirin.
Reporter: Richard Andika