Kolom

Spirit Maulid dan Nilai-Nilai Pancasila

NUSANTARANEWS.CO – Dalam salah satu ayat al-qur’an disebutkan: wamaa arsalnaak illa rahmatan lil ‘alamiin, (Kami (Allah) tidak mengutus Engkau (Muhammad, kecuali unt membawa rahmat pada seluruh alam, QS al-Ambiya’; 107)

Muhammad as Shobuny dalam tafsirnya Shafwatul Tafaasir memberikan penjelasan (catatan) bahwa ayat ini turun sebagai wujud cinta dan kasih sayang Allah pada mahkluknya. Ini artinya kelahiran Nabi Muhammad merupakan momentum turunnya rahmat Allah kepada alam semesta.

Sebagaimana di tulis dalam sejarah, Nabi Muhammad lahir dalam kondii sistem sosial yg kacau, penuh konflik dan penistaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Semua ini bersumber dari hilangnya norma sosial karena kuatnya faham materialisme yaitu menjadikan materi sebagai satu satunya ukuran dan pijakan hidup.

Karena terlalu kuatnya pandangan materialisme ini Tuhanpun dimaterikan, diwujudkan dalam bentuk materi yang serba riil dan kongkrit. Akibatnya nilai-nilai dan etika sosial harus tunduk pada kepentingan materi, martabat dan harga diri diukur dari materi bahkan religiusitas dan harga diri diukur dari materi. Kasih sayang hilang, kemanusiaan dinistakan dan tatanan kehidupan hancur. Banyak orang pinter tapi tak berakhlak, banyak orang cerdas tapi culas Inilah kondisi masyarakat jahiliyah.

Baca Juga:  Fenomena “Post Truth" di Pilkada Serentak 2024

Dalam kondisi seperti ini Nabi Mihammad lahir membawa risalah untuk mengembalikan tatanan kehidupan yg lebih beradab agar nilai-nilai kemanusiaan bisa ditegakkan, kedamaian dan kesejahteraan bisa diwujudkan. Tatanan kehidupan yg beradab dan manusiawi inilah yg kemudian dikenal dengan syariat Islam.

Meski syatiat Islam ini hanya diberlakukan bagi ummat Islam, namun karena dia merupakan cerminan dari missi rahmatan lil’alamin maka dia harus bermanfaat dan membawa kemaslahatan bagi ummat manusia. Sebagaimana dinyatakan oleh para ulama bahwa maqaasidus syar’i lil maslahatil ammah (tujuan penerapan syariah adalah untuk kemaslahatan ummat).

Oleh para ahli fiqh, tujuan menjaga dan mewujudkan kemaslahatan ini kemudian diderifasikan menjadi lima fungsi utama syariat Islam yaitu menjaga atau melindungi agama, jiwa, akal, harta benda dan keturunan setiap manusia. Inilah yg dalam ilmu fiqh dikenal dengan istilah al kiliyyatul khomsah.

Dalam upaya menjaga agama, di satu sisi Islam bersikap tegas dengan memberikan hukuman berat kepada orang yg murtad (riddah). Namun di sisi lain Islam memberikan jaminan kebebasan untuk memeluk agama lain tanpa paksaan. Dan Islam harus melindungi para pemeluk agama tersebut. Sebagaimana dinyatakan dalam al qur’an; tak ada paksaan dalam memeluk agama (QS. 2; 256). Ini dimasudkan agar seseorang tidak seenaknya melecehkan agama yg dianut orang lain.

Baca Juga:  Budaya Pop dan Dinamika Hukum Kontemporer

Agar fungsi menciptakan kemaslahatan ummat bisa terwujud, Islam menjamin keamanan dan tertib sosial. Itulah sebabnya Islam memberikan hukuman berat kepada siapa saja yg melakukan kejahatan. Termasuk mereka yg melakukan pemberontakan terhadap pemerintah yg sah dan melanggar kesepakatan bersama. Bahkan dalam salah satu haditsnya Nabi pernah memerintahkan memenggal kepala orang yg berontak terhadap pemerintah yg sah karena dianggap memecah belah bangsa, menimbulkan kekacauan dan keresahan.

Jelas di sini terlihat spirit yang terkandung dalam peristiwa maulid adalah keadilan, kamusiaan, persatuan dan ketuhanan sebagai perwujudan dari rahmatan lil alamain. Spirit ini sejalan dengan makna dan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

Dalam konteks masyarakat Indonesia, kita bisa melihat bagaimana nilai-nilai.Pancasila mewujud dalam perayaan peringatan maulid. Seperti terlihat pada sikap kebersamaan dan gotong royong yg tulus dari masyarakat dengan berbagai latar belakang sosial yg berbeda.

Saat perayaan maulid tiba, orang2 non muslim bisa ikut meraskan suasana suka cita. Bahkan mereka bisa ikut terlibat dalam berbagai aktivitas seperti menyediakan makanan, mempersiapkan tempat dan sebagainya. Ini bisa dilalukan karena perayaan maulid bukan ritual agama, tapi hanya merupakan tradisi agama.

Baca Juga:  Mengulik Peran Kreator Konten Budaya Pop Pada Pilkada Serentak 2024

Apa yang terjadi menunjulkan bahwa selain memiliki makna religius, sebagai sarana memuliakan Nabi dan mensyiarkan Islam, perayaan maulid Nabi juga memiliki makna sosial yaitu membangun kebersamaan, persaudaraan dan mbangkitkan semangat gotong royong.

Karena memiliki spirit yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, maka perayaan maulid Nabi bisa menjadi sarana yang efektif untuk pengamalan dan pembiasaan hidup berPancasila. Inilah makna terpenting perayaan maulid Nabi dalam konteks Indonesia.*

Penulis: Al-Zastrouw (Zastrouw Al Ngatawi), penulis merupakan budayawan Indonesia. Pernah menjadi ajudan pribadi Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid. Juga mantan Ketua Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) PBNU periode 2004-2009

Related Posts

1 of 4