NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri (Menko Ekuin) Kwik Kian Gie kembali diperiksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hari ini. Ia mengaku ditanya penyidik soal utang Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang dibebankan pada tambak Dipasena.
“Tadi tentang Dipasena, mengenai SKL yang telah diberikan,” kata Kwik di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (6/6/2017).
Kepada awak media, Kwik membenarkan bahwa BDNI milik Sjamsul Salim masih memiliki utang kepada negara sebanyak Rp 3,7 triliun. Meski demikian, pemerintah justru mengampuni beberapa pengutang lewat penerbitan SKL. Mekanisme penerbitan SKL yang dikeluarkan BPPN berdasarkan Inpres Nomor. 8 Tahun 2002 saat kepemimpinan Presiden Megawati dan Ketetapan (Tap) MPR Nomor 6 dan 10.
Saat itu, Megawati mendapat masukan dari mantan Menteri Keuangan Boediono, Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro Jakti, dan Menteri BUMN Laksamana Sukardi untuk menerbitkan SKL. “Saya katakan setahu saya iya (BDNI masih punya utang Rp 3,7 triliun),” kata Kwik.
Kwik menambahkan sejumlah pertanyaan yang ditanyakan penyidik hari ini tidak jauh berbeda dari pemeriksaan-pemeriksaan sebelumnya. Bedanya kali ini ia lebih banyak ditanya perihal soal pencegahan. “Jadi ada dua aspek, satu tentang korupsi yang terjadi. Tapi juga pencegahannnya, antara pencegahannya bagaimna,” pungkas Kwik.
Dipasena sendiri merupakan salah satu aset yang diserahkan Sjamsul Nursalim kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), untuk melunasi kewajiban selaku obligor penerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Aset Dipasena tersebut diklaim bernilai Rp 4,8 triliun, sesuai dengan sisa utang Sjamsul Nursalim kepada pemerintah atas kucuran BLBI pada 1998 silam. Namun, dari temuan KPK, aset tambak itu hanya Rp 1,1 triliun, sehingga masih ada kekurangan bayar Rp 3,7 triliun.
Sebagai informasi dalam skandal BLBI ini, KPK telah menetapkan satu orang tersangka. Dia adalah Mantan Kepala BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional); Syarifuddin Arsyad Tumenggung.
Tumenggung telah menguntungkan diri sendiri, atau orang lain atau korporasi, dalam penerbitan SKL BLBI untuk Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim. Sehingga merugikan keuangan negara hingga Rp 3,7 triliun.
Akibat perbuatannya itu, Ia disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Reporter: Restu Fadilah