Mancanegara

Senjata Pembunuh Ilmuwan Nuklir Iran Berteknologi Artificial Intelligence?

Senjata pembunuh ilmuwan nuklir Iran berteknologi Artificial Intelligence
Senjata pembunuh ilmuwan nuklir Iran berteknologi Artificial Intelligence/Foto: BBC

NUSANTARANEWS.CO, Teheran – Senjata pembunuh ilmuwan nuklir Iran berteknologi Artificial Intelligence. Pada akhir November, Mohsen Fakhrizadeh Ilmuwan nuklir Iran yang merupakan kepala pusat inovasi Kementerian Pertahanan Iran, tewas dalam sebuah serangan di dekat kota Absard di Iran utara,

Menurut laporan terbaru, Fakhrizadeh ditembak oleh senapan mesin yang dikendalikan dari jarak jauh dua hari sebelum peringatan 10 tahun kematian fisikawan nuklir Iran lainnya, Majid Shahriari.

Teheran mengatakan bahwa ada tanda-tanda keterlibatan Israel dalam pembunuhan itu dan berjanji akan memberikan balasan pada waktu yang tepat.

Brigjen Ali Fadavi mengatakan kepada media lokal bahwa senjata yang membunuh Mohsen Fakhrizadeh adalah senjata jarak jauh yang menggunakan ‘metode khusus’ dan ‘peralatan elektronik’ yang dilengkapi dengan sistem satelit cerdas, ujarnya

Kepala Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran itu juga mengungkapkan bahwa senapan mesin yang dipasang di sebuah truk pick-up Nissan menembakkan 13 peluru ke mobil Fakhrizadeh dan hanya fokus pada wajah Fakhrizadeh sedemikian rupa sehingga istrinya, meskipun hanya berjarak 25 cm, tidak ditembak, ungkapnya.

Baca Juga:  Blokade Laut Merah dan Serangan Rudal Yaman Terhadap Israel

Fadavi juga menegaskan bahwa tidak ada penyerang manusia dilokasi kejadian. Empat peluru menghantam kepala keamanan yang melindungi Fakhrizadeh, tambahnya.

Dilasir BBC, peristiwa pembunuhan dengan menggunakan senjata canggih berteknologi tinggi itu sangat mengkhawatirkan semua pihak. Pada 2015, mendiang Profesor Stephen Hawking seorang penandatangan surat terbuka dari 1.000 ilmuwan yang menyerukan larangan pengembangan kecerdasan buatan untuk penggunaan militer telah meanti-wanti penggunaan AI (Artificial Intelligence) dalam konflik.

Profesor Noel Sharkey, anggota Kampanye Melawan Robot Pembunuh, mengatakan konsekuensi pasukan militer yang memiliki akses ke senjata semacam itu akan memiliki “konsekuensi yang tak terbayangkan”.

“Jika perangkat semacam itu otonom, menggunakan pengenalan wajah untuk menentukan dan membunuh orang, kita akan berada di jalur menurun yang sepenuhnya akan mengganggu keamanan global,” tegasnya. (Banyu)

Related Posts

1 of 3,050