NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Tak banyak yang tahu dan kenal dengan nama Patrick Morris Alexander. Akan tetapi, jika membuka kembali sejumlah pemberitaan di media massa nasional, terutama pada tahun 2014 silam, maka orang akan tahu siapa sebenarnya Patrick Morris Alexander.
Pada 2014 silam, nama Patrick Morris Alexander sering muncul di media. Itu menyusul kasus-kasus penipuan yang menyeretnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Rabu (19/2/2014) silam. Warga negara Australia, Patrick Morris Alexander ini didakwa melakukan kasus penipuan dan pencucian uang sebesar USD 1.399.784 atau setara dengan Rp 17 miliar. Dalam kasus penipuan dan pencucian uang tersebut, Patrick mengaku sebagai pemilik perusahaan pertambangan di Bengkulu. Namun, menurut keterangan sejumlah saksi perusahaan yang dijalani Patrick tersebut adalah fiktif.
Patrick adalah warga negara Australia yang terbelit kasus penipuan, penggelapan, dan pencucian uang. Pengusaha asal Jerman bernama Herman Oliver Andreas pernah melaporkan Patrick ke Polda Metro Jaya pada 2012 silam atas kasus penipuan dan penggelapan. Saat itu, Jaksa penuntut umum mendakwa Patrick dengan pasal berlapis mulai dari Pasal 372 KUHP (penggelapan), Pasal 378 KUHP (penipuan) hingga Pasal 3 UU Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Tak berhenti sampai di situ, mantan konsulat Australia ini juga kembali berurusan dengan hukum pada tahun 2014. Adalah Jeremy Thomas yang melaporkan Patrick ke Kepolisian Resor Gianyar, Bali atas kasus penyerobotan transaksi jual beli sebuah villa di Ubud. Kasus penipuan kedua Patrick ini membuat dirinya ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Gianyar pada November 2014. Pengadilan Negeri Gianyar juga memutus Patrick bersalah dengan hukuman 1 bulan penjara.
Patrick malah kabur ke Jakarta. Sejak saat itu, Patrick dinyatakan buron (DPO) oleh Kejaksaan Negeri Gianyar. (Ed)
Editor: Eriec Dieda