Sebentang Iluminasi Nusantara
Terkait Sumbu Nusantara, Bung Karno pernah menggagas ide besar antara Masjid Syuhada Jogja, Masjid Baiturrahim Bandung dan Masjid Istiqlal Jakarta sebagai arus peradaban Islam.
Terkait Takdir Toleransi, Bung Karno menempatkan Istiqlal, Katedral, Monas dan Istana sebagai pilar toleransi Nusantara.
Saya sedang membuat tulisan yang indah dan tajam terkait hal itu.
Tentang Uban Yang Tumbuh
Berkaca pada senja saat langit lembayung memantulkan cahaya di biru telaga, kutemukan uban tumbuh memutihkan hatiku.
Jiwaku ikut tumbuh bersama gerimis yang runtuh.
Mata air sudah jauh kita tinggalkan di lereng gunung, lalu dengan gegap-gempita kita berbaris mengikuti arus sungai, menerjemahkan suka dan duka hingga tiba di bibir samudera.
Kedewasaan itu bukan soal umur yang terus bertambah, ia hadir bersama gemericik hujan, saat kenangan dan genangan menyatu menjadi tari dan tembang.
Hari ini uban itu kembali tumbuh ke kepalaku, memutih bersama aliran nafas yang tak sempat kuhitung dalam denyut jantungku.
Usia terus yang bergerak seindah lembayung senja, tak akan sia-sia jika rekam jejak terus mengukir makna.
Adakalanya kita berhenti sejenak untuk sekedar bercanda dan mengutuhkan takwa. Menertawakan diri sendiri saat selalu berpura-pura.
Hari ini secangkir kopi kusuguhkan dengan cawan doa, sebab sepahit dan sehitam apa pun hidup ini, masa depan tetaplah kilau purnama saat keikhlasan telah bertahta di altar dada.
*HM. Nasruddin Anshoriy Ch atau biasa dipanggil Gus Nas mulai menulis puisi sejak masih SMP pada tahun 1979. Tahun 1983, puisinya yang mengritik Orde Baru sempat membuat heboh Indonesia dan melibatkan Emha Ainun Nadjib, HB. Jassin, Mochtar Lubis, WS. Rendra dan Sapardi Djoko Damono menulis komentarnya di berbagai koran nasional. Tahun 1984 mendirikan Lingkaran Sastra Pesantren dan Teater Sakral di Pesantren Tebuireng, Jombang. Pada tahun itu pula tulisannya berupa puisi, esai dan kolom mulai menghiasi halaman berbagai koran dan majalah nasional, seperti Horison, Prisma, Kompas, Sinar Harapan dll.
Tahun 1987 menjadi Pembicara di Forum Puisi Indonesia di TIM dan Pembicara di Third’s South East Asian Writers Conference di National University of Singapore. Tahun 1991 puisinya berjudul Midnight Man terpilih sebagai puisi terbaik dalam New Voice of Asia dan dimuat di Majalah Solidarity, Philippines. Tahun 1995 meraih penghargaan sebagai penulis puisi terbaik versi pemirsa dalam rangka 50 Tahun Indonesia Merdeka yang diselenggarakan oleh ANTV dan Harian Republika.
Menulis sejumlah buku, antara lain berjudul Berjuang Dari Pinggir (LP3ES Jakarta), Kearifan Lingkungan Budaya Jawa (Obor Indonesia), Strategi Kebudayaan (Unibraw Press Malang), Bangsa Gagal (LKiS). Pernah menjadi peneliti sosial-budaya di LP3ES, P3M, dan peneliti lepas di LIPI. Menjadi konsultan manajemen. Menjadi Produser sejumlah film bersama Deddy Mizwar.
Sejak tahun 2004 memilih tinggal di puncak gunung yang dikepung oleh hutan jati di kawasan Pegunungan Sewu di Selatan makam Raja-Raja Jawa di Imogiri sebagai Pengasuh Pesan Trend Budaya Ilmu Giri. Tahun 2008 menggagas dan mendeklarasikan berdirinya Desa Kebangsaan di kawasan Pegunungan Sewu bersama sejumlah tokoh nasional. Tahun 2013 menjadi Pembicara Kunci pada World Culture Forum yang diselenggarakan Kemendikbud dan UNESCO di Bali.
__________________________________
Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resinsi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].