Politik

Sangsi Pidana Bagi KPPS yang Tak Memasang Salinan C1 Dinilai Tidak Manusiawi

Ketua KPUD Nunukan, Rahman (tengah) mengungkapkan bahwa pendaftaran Calon Bupati Nunukan darj jalur perorangan akan dimulai pada 9-12 Februari 2020. (Foto: Eddy S/NUSANTARANEWS.CO)
Ketua KPUD Nunukan, Rahman (tengah) mengungkapkan bahwa pendaftaran Calon Bupati Nunukan darj jalur perorangan akan dimulai pada 9-12 Februari 2020. (Foto: Eddy S/NUSANTARANEWS.CO)

NUSANTARANEWS.CO, Nunukan – Sangsi pidana bagi KPPS yang tak memasang salinan C1 dinilai tidak manusiawi.

Anggota Penyelenggara Pemilu selain dituntut memiliki pandangan yang obyektif dan menjujung profesionalisme dalam tugasnya, juga dihadapkan pada sangsi administrasi bahkan juga harus menghadapi tuntutan Pidana apabila terbukti melakulan pelanggaran.

Di antara sangsi berat yang menanti para penyelenggara Pemilu yang jarang diketahui publik adalah kurungan penjara dan sangsi denda bagi Panitia Pemungutan Suara (PPS) apabila pasca pelaksanaan pemungutan suara tak mempublikasikan dengan cara memasang salinan form C1.

Hal tersebut ditegaskan dalam pada UU No 7 tahun 2017 pasal 391 bahwa  Panitia Pemungutan Suara (PPS) wajib mengumumkan salinan sertifikat hasil penghitungan suara di tempat strategis/kantor kelurahan desa setempat.

Ketegasan tersebut diperkuat dengan PKPU No 3 tahun 2019 pasal 61 ayat (2) yang berbunyi: Salinan C1 wajib diumumkan lokasi di TPS dan kelurahan/desa untuk diumumkan pada hari pemungutan dan penghitungan suara di TPS selesai.

Baca Juga:  Prabowo Temui Surya Paloh, Rohani: Contoh Teladan Pemimpin Pilihan Rakyat

“Sebagai penyelenggara pemilu, kami akan berusaha bekerja semaksimal mungkin guna terwujud Pemilu yang jujur, bersih dan hasil yang transparan. Namun apa manusiawi apabila hanya karena kelalaian, lantas KPPPS dipenjara?,” ujar Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Nunukan, Rahman, Senin (10/12/2019).

Sebagaimana diketahui, pada pasal 508 UU No 7 tahun 2019 menyebutkan, setiap anggota PPS yang tidak mengumumkan salinan sertifikat hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya sebagaimana dimaksud dalam pasal 391 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak 12.000.000.

“Pertayaanya, apakah pembuat regulasi ini memilirkan bagaimana seseorang yang dituntut untuk bekerja selama 24 jam lebih bahkan kalau di Pemilu lalu (Pileg-Pilpres 2019), ada yang sampai meninggal, yang hanya dengan honor 400 ribu sementara dihadapkan kalau lakukan kesalahan harus dipidana 1 tahun? Seharusnya ketika menyusun RUU, jangan wilayah perkotaan yang menjadi tolak ukur tapi jadikan wilayah tersulit seperti Perbatsan di Nunukan sebagai acuan,” jelas Rahman.

Baca Juga:  DPC PDIP Nunukan Buka Penjaringan Bakal Calon Kepala Daerah Untuk Pilkada Serentak 2024

Namun kendati tak sepakat dengan sangsi Pidana bagi KPPS yang lalai tersebut, pria yang juga mantan wartawan senior di Kalimantan tersebut menegaskan bahwa pihaknya konsisten terhadap terciptanya proses pemungutan suara yang bermartabat. Sehingga ia mewanti-wanti anggotanya agar senantiasa mengedepankan profesionalitas dalam bertugas  serta menganggap tugas tersebut sebagai ladang ibadah.

“Tingkat SDM dan kultur pemikiran manusia itu berbeda. Saya yakin bahwa anggota KPU Nunukan hingga KPPS akan bekerja secara profesional. Tapi dengan masyarakat yang notabene tinggal di wilayah terdalam dari perbatasan, saya juga yakin jika mereka ditawari kerja dengan honor 400 ribu masih dipoting PPH dan PPN, mereka akan bersedia menjadi anggota KPPS,” tandas Rahman. (edy/san)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 3,051