Berita UtamaMancanegara

Rusia Mencurigai Resolusi DK PBB Sebenarnya Ditujukan Untuk Menghadapi Damaskus

NUSANTARANEWS.CO, Rusia – Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mencurigai bahwa resolusi Dewan Keamanan PBB tentang masalah Suriah mungkin bertujuan untuk menuduh Damaskus melakukan kejahatan kemanusiaan di Suriah sebagai upaya untuk melindungi kelompok teroris.

Masih ingat peristiwa eksekusi terhadap Muammar Qaddafi dan penghancuran Libya yang boleh dibilang merupakan salah satu kejahatan terbesar abad ini. Berdasarkan fakta yang ada, bahwa tidak pernah ada pemberontakan massal di Benghazi atau di manapun di Libya. Bahkan selama invasi, jutaan rakyat Libya dengan tegas mendukung pemerintahan Qaddafi dengan demonstrasi terbesar dalam sejarah dunia abad 21 di Tripoli.

Namun, berita palsu dan disinformasi oleh media mainstream barat telah berhasil membangun opini secara masif menutupi apa yang sesungguhnya terjadi. Sehingga dalam waktu singkat, PBB langsung mengubah status Qaddafi dari seorang yang akan menerima Penghargaan Hak Asasi Manusia PBB menjadi seorang kriminal yang membunuh bangsanya sendiri – seperti halnya kriminalisasi terhadap Slobodan Milosevic di Yugoslavia. Dan kini Presiden Bashar Assad menjadi target berikutnya.

Baca Juga:  Terkait Kriminalisasi Wartawan Rosmely, Ini Catatan Saya untuk Kapolri

Sebelum disetujuinya Resolusi 2401, PBB mengumumkan bahwa pada 21 Februari mereka menerima laporan bahwa lebih dari 100 orang telah tewas dalam baku tembak di Ghouta Timur Suriah selama tiga hari.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Heather Nauert, bahkan menuding Damaskus bahwa pesawat tempur mereka diduga telah melakukan serangan udara di Ghouta Timur, yang menargetkan rumah sakit dan menewaskan 100 warga sipil.

Sementara Juru bicara Kremlin Dmitriy Peskov mengatakan kepada wartawan bahwa: “Mereka yang bertanggung jawab atas situasi di Ghouta Timur adalah mereka yang mendukung teroris. Sedangkan Rusia, Iran dan Suriah adalah negara-negara yang sejak awal memerangi mereka di lapangan,” tegasnya, mengomentari pernyataan tentang tanggung jawab Rusia dan Iran atas situasi di Ghouta Timur.

Menlu Rusia Sergey Lavrov, sebagaimana dilansir sputnik menggaris bawahi bahwa Barat tampaknya tidak ingin mengekstrak kekuatan teroris tersebut dari Suriah dalam kesepakatan gencatan senjata tersebut.

“Mitra barat kami, sayangnya, tidak ingin melakukan penarikan yang jelas terhadap kelompok teroris dan ini menimbulkan pertanyaan tertentu,” ujarnya.

Baca Juga:  Jerman Ultimatum Cina terkait Dugaan Pasokan Drone ke Rusia

Lavrov juga mengungkapkan bahwa pasukan militer Rusia, yang bekerja di Suriah, khususnya Pusat Rekonsiliasi, telah menawarkan kepada kelompok teroris untuk secara damai meninggalkan wilayah Ghouta Timur, sebagaimana halnya dengan evakuasi kelompok teroris dengan keluarga mereka dari Aleppo Timur.

“Beberapa hari yang lalu, militer kami, yang beroperasi di Suriah di Pusat Rekonsiliasi, menawarkan militan untuk meninggalkan Ghouta Timur secara damai, sama seperti militan yang dievakuasi dengan keluarga mereka dari Aleppo Timur – namun Jabhat al-Nusra dan kelompok teroris yang lainnya dengan tegas menolak tawaran ini.

Ghouta Timur adalah satu dari empat zona de-eskalasi Suriah yang dibuat selama perundingan Astana mengenai rekonsiliasi Suriah. Tiga negara bagian: Rusia, Iran dan Turki berfungsi sebagai penjamin atas kesepakatan de-eskalasi, yang berlaku untuk semua pihak kecuali yang terkait dengan kelompok teroris al-Qaeda. (Banyu)

Related Posts

1 of 35