NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Venezuela adalah sebuah negara yang terletak di ujung utara Amerika Selatan. Di bawah kepemimpinan Presiden Hugo Chavez, Negeri Simon Bolivar ini menjelma menjadi sebuah negara yang sangat berpengaruh dalam percaturan politik di Amerika Latin. Sikap politik Chavez yang tidak mau tunduk terhadap kepentingan negara-negara imperialis telah menjadi inspirasi bagi banyak negara-negara berkembang lain di dunia, termasuk Indonesia.
Satu hal yang perlu kita pelajari dari Revolusi Venezuela di bawah pimpinan Hugo Chavez adalah rakyat turut berpertisipasi aktif dalam membuat konstitusi negaranya yang kemudian disahkan melalui referendum. Dengan demikian Chavez berhasil mengembalikan hak-hak ekonomi, politik, dan kearifan lokal rakyatnya. Termasuk dalam pengelolaan aset-aset dan sumber daya ekonomi yang menyangkut hayat hidup orang banyak dikuasai dan diatur oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Dari Rio Grande hingga Potagonia, Chavez terus membangun kekuatan rakyat menuju revolusi kesejahteraan. Satu wujud revolusi kesejahteraan tersebut adalah pemerintah mampu menyediakan BBM murah bagi rakyatnya dengan harga Rp 585,- per liter. Contoh lainnya adalah Undang-Undang Perumahan yang mengatur ketentuan bahwa pemerintah wajib memastikan bahwa setiap keluarga di Venezuela, khususnya yang berpendapatan rendah, bisa memiliki rumah dengan subsidi 100%.
Meski mendapat kritikan pedas dari kelompok oposisi, Chavez dengan bijak mengatakan bahwa, “langkah semacam ini memang tidak mungkin terjadi dalam sistem kapitalisme, tetapi sangat mungkin terjadi dibawah sosialisme. Bagi Chavez, negara dibentuk memang untuk melayani rakyat. Apapun kebutuhan rakyat, negara harus siap melayani dengan baik.
Bagaimana dengan amandemen di Indonesia? Jelas sebagian besar rakyat Indonesia tidak pernah tahu dan tidak pernah mengerti apa yang telah terjadi dengan konstitusi negaranya. Jangankan Konstitusi, Pancasila saja sudah banyak yang lupa. Sadarkah rakyat Indonesia bahwa Konstitusi negaranya telah berubah menjadi konstitusi liberal yang sangat bertentangan dengan Pancasila. Sungguh paradoks! (Agus Setiawan)