NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Upaya untuk merevisi Undang-Undang No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Miberba) menurut pendiri Eralaw, Dr. Ryad Chairil dinilai tak perlu. Sebaliknya ia menginginkan agar UU Minerba itu dibiarkan jalan dulu, karena selama ini banyak sekali peraturan peraturan di dalam undang undang tersebut yang masih belum dijalankan.
Baca Juga: Mantan Dirjen Minerba Bongkar Karut Marut UU Minerba dan Divestasi Freeport
“Jadi sebenarnya Undang Undang ini dibiarkan jalan dulu. Karena banyak sekali pengaturan pengaturan dalam undang undang ini yang belum jalan,” kata Ryad Chairil saat didapuk sebagai pembiacara dalam diskusi bertajuk Pengelolaan Pertambangan Minerba Konstitusional, di Hotel Ibis, Jl. Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Senin (11/2/2019).
Dirinya menambahkan, sebetulnya tidak banyak poin poin yang perlu dirubah di dalam UU tersebut. Karena penjelasan di dalamnya mengenai pengolahan dan pemurnian minerba sudah sangat jelas.
Baca Juga: Publik Kesulitan Mengakses Draft Revisi UU Minerba
Dan sejatinya para pembuat undang undang ini menginginkan untuk mamajukan daerah. Namun dalam pelaksanannya, UU tersebut tidak dilaksanakan, sebaliknya terjadi penyimpangan dan penyelewengan.
“Itu karena banyak aspek dari undang undang Minerba yang seharusnya dijalankan seperti itu tapi berubah (dalam pelaksanaannya),” jelasnya.
Baca Juga: Luput Pengamatan Publik, Mantan Dirjen Minerba Telanjangi Perubahan PKP2B ke IUPK
Terakhir kata Ryad soal Freeport. “Dari dulu sampai sekarang, Freeport itu janji janji aja. Bernjanji bernjanji dan tidak pernah terlaksana. Alasannya macam-macam. Mengatakan bahwa tidak visible. Kemudian pemerintah melakukan revisi revisi dengan pimpinan pembuat undang undang,” jelasnya.
Hal sama juga terjadi pada kasus kontrak karya batu bara atau Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (PKP2B). Dimana terdapat sejumlah kasus perusahaan batu bara yang sebenarnya jika merujuk pada UU Minerba bila masa kontrak habis maka diambil alih negara, kenyataannya tidak demikian.
“Kontrak karya PKP2B yang sudah habis misalnya itu terlihat jelas bahwa ada 10 PKP2B yang betul betul habis. Ini kan harusnya dikembalikan kepada negara,” ujar dia.
Sikap Pemerintah yang memaksakan merevisi ke-6 PP No. 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (PKP2B), sebagai implementasi UU No. 4 tahun 2009 tentang Minerba ini, mengindikasikan bahwa pemerintah sepertinya hanya memenuhi kepentingan segelintir pengusaha.
Dimana masa perpanjangan yang semestinya diajukan paling cepat dua tahun dan paling lambat enam bulan sebelum kontrak berakhir, justru dirubah menjadi paling cepat lima tahun.
Pewarta: Romandhon