NUSANTARANEWS.CO, Jakarta — Ngobrol publik bertajuk ‘Refleksi Pemilu Serentak 2019 dan Narasi People Power’ digelar oleh Fakultas Hukum Universitas Nasional bekerja sama dengan Lembaga Survei Gajah Mada Analitika bertempat di Aula Blok 1 Universitas Nasional, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (20/05/2019).
Kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka memberikan rekomendasi terkait evaluasi pelaksanaan pemilu serentak 2019 dan mengungkap makna narasi ‘people power’ yang berkembang.
Narasumber dalam Ngobrol Publik tersebut adalah Dekan Fakultas Hukum Universitas Nasional, Dr. Ismail Rumadan, Politisi PSI dan Tim TKN Jokowi-Amin, Rian Ernest, Tim BPN Prabowo-Sadiaga, Kawendra Lukistian serta Direktur Lingkar Madani, Ray Rangkuti.
Dekan FH Universitas Nasional, Dr. Ismail Rumadan, mengatakan bahwa pelaksanaan pemilu 2019 ini menjadi catatan penting untuk mengevaluasi kembali model demokrasi kita.
“Ini penting untuk kita mengevaluasi, kita tidak sadar hari ini terjebak pada model demokrasi yang tidak memiliki landasan filosofis dan nilai-nilai dasar yang diamanatkan dalam Pancasila, sehingga terkesan kita menjalankan demokrasi pesanan dari luar yang sesungguhnya bermuara kepada perpecahan antara masyarakat,”
“Pra-syarat bagi suatu negara yang dikatakan sebagai negara hukum tentu demokrasinya pun harus berjalan dan ditata dengan baik,” tambahnya.
Sementara itu, Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti menyoroti keberadaan istilah jihad konstitusi dalam narasi ‘people power’ yang berkembang saat ini.
“Jihad konstitusi itu bukanlah turun ke jalan, tapi mempergunakan seluruh mekanisme konstitusional yang tersedia untuk menuntut keadilan. Jadi, tidak tepat menyebut ada jihad konstitusional tapi menuntut dan menegakkannya dari jalanan.”
Di sisi lain ia pun mengkritisi sikap pemerintah yang saat ini dianggap terlalu berlebihan dalam menanggapi hasil pemilu.
“Aparat keamanan tidak perlu terlalu keras menghadapi gejolak demonstrasi menolak hasil pemilu. Jangan terlalu mudah mempergunakan pasal makar hanya karena pidato menyatakan menolak pemerintah atau hasil pemilu. Makar itu tidak cukup dinilai dari ucapan tapi juga tindakan sungguh-sungguh,” tegas Ray Rangkuti.
Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang juga anggota tim TKN Jokowi-Amin, Rian Ernest menyayangkan pemilu serentak 2019 masih dipenuhi dengan isu-isu politik identitas dan ujaran kebencian. Menurutnya Indonesia perlu berani untuk keluar dari narasi-narasi itu.
“Saya kira pemilu 2019 patut disayangkan masih mempergunakan isu-isu politik identitas dan ujaran kebencian. Ini perlu pencerahan politik masih di masyarakat kita agar tidak mudah terpancing,” tukil Rian yang juga merupakan Caleg DPR RI pada pemilu 17 April lalu ini.
Anggota tim BPN Prabowo-Sandiaga, Kawendra Lukistian menegaskan pihaknya tidak akan menerima hasil pemilu yang curang. Sejak awal kita ingin pemilu berjalan damai, aman, jujur dan adil.
“Kami bersama dengan Pak Probowo dan Pak Sandiaga sejak awal menegaskan tidak akan menerima hasil pemilu yang curang. Kita masih mengumpulkan bukti-bukti yang ada. Komitmen kita jelas kok, pemilu yang damai, aman, jujur dan adil,” tegas Kawendra. (mys/nn)
Editor: Achmad S.