NUSANTARANEWS.CO – Catatan ini bukan politik dalam membela salah satu pasangan calon presiden atau partai politik manapun. Tapi, sekadar hanya mengingatkan sebagai bentuk jiwa nasionalis dan rasa memiliki NKRI sekaligus refleksi 73 tahun Indonesia.
Pertama, berdasarkan catatan Badan Pemeriksa keuangan (BPK), dominasi asing di sektor migas 70%, batubara, bauksit, nikel dan timah 75%, tembaga dan emas sebesar 85% serta diperkebunan sawit sebesar 50%. Jumlah ini menunjukkan bahwa betapa lemahnya posisi pemerintah untuk melindungi aset negara.
Kedua, menurut The Institute For Global Justice (IGJ), hingga kini 175 juta hektare atau setara 93 persen luas daratan di Indonesia dimiliki para pemodal swasta (asing).
Ketiga, pada tahun 2011 data menunjukkan di bidang perminyakan, penghasil minyak utama didominasi oleh asing. Di antaranya, Chevron 44%, Total E&P 10%, Conoco Phillip 8%, Medco 6%, CNOOC 5%, Petrochina 3%, BP 2%, Vico Indonesia 2%, Kodeco Energy 1% dan lainnya 3%. Sedangkan Pertamina dam mitra yang dianggap mencerminkan penguasaan nasional hanya menguasai 16%.
Keempat, total kepemilikan investor asing 60-70% dari semua saham perusahaan yang dicatatkan dan diperdagangkan di bursa efek. Dari semua BUMN yang telah diprivatisasi, kepemilikan asing sudah mencapai 60%. Begitu pula telekomunikasi dan industri sawit pun juga lebih banyak dikuasai asing.
Baca juga: 276 Blok Migas Dikuasai Asing = 276 Pangkalan Militer Asing di Bumi Nusantara
Kelima, beberapa bank sahamnya didominasi asing seperti Danamon (68,83%), Buana (61%), UOBI (100%), NISP (72%), OCBC (100%), CIMB Niaga (60, 38%) BII (55,85%), BTPN (71,6%). Meskipun masih minoritas tetapi Bank Panin dan Bank Permata masing-masing sudah dikuasai asing dengan 35% dan 44,5%.
Keenam, pada tahun 2003 BUMN Indosat dijual ke Temasek, BUMN Singapura, dengan harga Rp 5 triliun. Selama 5 tahun Temasek telah meraup keuntungan Rp 5 triliun laba dari bisnis telekomunikasi tersebut. Artinya, secara kasar modal sudah kembali. Tahun 2008 Temasek menjual Indosat ke Qatar Telecom senilai Rp 16 triliun. Artinya, dalam lima tahun saja BUMN Singapura itu untung rp 16 triliun. Menteri BUMN kala itu Sofyan Djalil tidak mampu memperjuangkan pembelian kembali Indosat oleh pemerintah dan juga tidak kuasa menahan penjualan Indosat ke Qatar Telecom.
Ketujuh, pada beberapa BUMN kategori blue chips, kepemilikan asing bahkan menyundul angka 40%. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, misalnya, 39,5% sahamnya ada dalam genggaman pihak asing. Demikian pula PT Semen Gresik Tbk sebanyak 39,21% dikuasai asing. Bank Rakyat Indonesia (BRI) – yang selama ini menjadi andalan para petani dan rakyat kecil – sahamnya telah dikuasi asing sebesar 35,39%.
Kedelapan, dari total 225 blok migas yang di kelola Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) non-Pertamina, 120 blok dioperasikan perusahaan asing, 28 blok dioperasikan perusahaan nasional serta sekira 77 blok dioperasikan perusahaan patungan asing dan nasional.
Kesembilan, 74% tanah di Indonesia dikuasai oleh segelintir orang non pribumi yang jumlahnya hanya 0,2% dari total penduduk Indonesia.
Kesepuluh, air minum AQUA (74% sahamnya dikuasai perusahaan Danone asal Prancis), teh Sariwangi (100% sahamnya milik Unilever, Inggris), susu SGM (milik Sari Husada yang 82% sahamnya dikuasai Numico, Belanda), mandi dengan sabun Lux, sikat gigi pakai Pepsodent (milik Unilever), hingga merokok Sampoerna (97% sahamnya milik Philips Morris, Amerika Serikat).
Kesebelas, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang merupakan primadona ekspor Indonesia ternyata telah banyak dikuasai asing. Hal ini tampak dari peningkatan realisasi investasi Penanaman Modal Asing (PMA) di sektor TPT yang melonjak 252% 2004 sampai 2006. Pada 2004 investasi asing di TPT senilai US$ 165,5 juta, pada 2006 naik menjadi US$ 418,1 juta. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dalam periode yang sama malah memble, nyaris stagnan yakni Rp 70 miliar pada 2004 menjadi Rp 75,5 miliar pada 2006. Bahkan investor asing pada awal 2007 semakin gencar menambah investasi TPT di Indonesia.
Keduabelas, Indonesia Aircraft Maintenance Services Association (IAMSA) mengeluhkan persaingan bisnis perawatan pesawat di Indonesia yang sebagian besar dikuasai oleh tenaga ahli dari asing. Indonesia hanya mampu menyerap 30% saja.
Ketigabelas, sekitar 85% saham BUMN yang berstatus Go Public di lantai bursa dikuasai pihak asing. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) besar sudah menjadi perusahaan terbuka, antara lain PT Telkom Tbk, PT Indosat Tbk, PT Semen Gresik Tbk, PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, PT Kimia Farma Tbk, PT Adhi Karya Tbk, PT Perusahaan Gas Negara Tbk, PT Bukit Asam Tbk.
Bahkan persaingan tidak sehat terjadi antara perusahaan bermodal negara, antara PT Perusahaan Gas Negara Tbk (berkode saham PGAS) dengan PT Pertamina dalam tender distribusi minyak dan gas ke SPBU. Meski PGN tidak lagi diangap sebagai perusahaan plat merah karena 43,04% saham telah dimiliki publik yang di antaranya 82% dimiliki pihak asing.
Fakta-fakta di atas sungguh membuat prihatin. Ternyata mulai dari sektor pangan, air minum, energi, kesehatan, pendidikan, hingga perbankan dan keuangan dikuasai oleh asing. Regulasi yang mestinya berazaskan Pancasila dan UUD 1945 menjelma menjadi kebijakan yang dikendalikan oleh asing.
Padahal, komitmen dengan negara-negara maju itu sesungguhnya justru merugikan Indonesia, bahkan hingga ke tingkat dasar, soal konstitusi. Kebijakan yang mestinya berazaskan Pancasila dan UUD 1945 telah berubah menjadi kebijakan yang dikendalikan oleh asing.
Data lain, warga asing dari 169 negara bebas visa masuk ke Indonesia. Warga asing boleh miliki properti di Indonesia. Pihak asing boleh kuasai 100% industi gula dan karet di Indonesia. Asing boleh kuasai 100% saham restoran dan perusahaan jalan. Asing boleh kuasai 85% saham modal ventura. Asing bisa kuasai 100% saham di pembangkit listrik. Asing bisa kuasai 35 bidang usaha di Indonesia.
Asing boleh kuasai 7 usaha Pariwisata. Asing bisa kuasai mayoritas pengelolaan tol, bandara dan pelabuhan.
Penulis: Gendon Wibisono & Alya Karen (diolah dari berbagai sumber)