NUSANTARANEWS.CO – Meski negara Indonesia memiliki garis pantai yang panjang, ternyata produksi garam dalam negeri tidak bisa mencukupi kebutuhan nasional. Oleh karena itu, Indonesia harus mencukupi kebutuhan garam dengan impor.
Pengamat Ekonomi Indonesia dari UI, Faisal Basri menjelaskan, panjang garis pantai ternyata tidak serta merta bisa menjadi patokan produksi garam. Ada beberapa indikator lain yang masuk ke dalam proses produksi garam. Oleh karena itu, ia pun meluruskan pemikiran bahwa dengan garis pantai yang panjang, Indonesia seharusnya mampu swasembada garam.
“Muncul salah kaprah di masyarakat. Garis pantai yang panjang bisa produksi sendiri dan tidak harus impor garam,” kata Faisal, dalam diskusi tentang garam, di Jakarta, Senin (26/9/2016).
Faisal menuturkan, garis pantai Indonesia mencapai 54 ribu kilometer (km). Namun dari total jumlah tersebut tidak semua pantai tersebut bisa menjadi tambak garam. Ada pantai-pantai yang justru malah tidak efisien jika dijadikan sebagai tambak garam.
Ketua Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Tony Tanduk melanjutkan, lahan untuk tambak garam juga tidak sembarangan. Tanah untuk produksi garam harus landai dan padat. Oleh karena itu, tak bisa semua pantai bisa jadi tambang.
Selain itu, lahan di pantai saat ini harus bersaing dengan bidang usaha lain seperti pariwisata. Sektor pariwisata lebih menarik karena pendapatan yang dihasilkan lebih besar.
Selain itu, curah hujan di Indonesia relatif lebih tinggi, ketimbang Australia, sehingga membuat proses penguapan air laut menjadi garam kurang sempurna.
“Saat ini total kebutuhan garam Indonesia dari berbagai sektor sebanyak 3,9 juta ton, sementara pasokan dalam negeri 2,2 juta ton, sehingga masih ada kekurangan 1,7 juta ton. Jadi pasokan dari dalam negeri saja tidak mencukupi, sisanya dari mana?” tutur Toni. (Andika)