Menikam Kata
Kegelisahanku meradang
Di kala tak semestinya kulauhkan rindu
Aku bukanlah si perindu itu!
Beberapa kali doaku terhenti
Menikam kata-kata
Yang ingin kurangkaikan kepada-Nya
Aku terdiam memungut sepi!
Sekiranya rinduku membuncah
Kata semakin berdiam
Ke mana rindu akan kulabuhkan?
Aku kehilangan arah
Sementara setiap penjuru adalah jalan
Diriku terlalu disibukkan dengan kata
Namun belum ada tempat untuk merasa
Jemariku menghimpun semula doa-doa
Sebagaimana menggoreskan kata-kata
Bandung, 4 September 2019
Detik Waktu di Detak Rindu
Pagi menggilas ribuan sunyiku yang belum sempat tertidur
Mimpi-mimpi itu kini diburu detik waktu yang berkejaran
Aku melangkah cukup jauh namun tak menemukan tujuan
Samar-samar terdengar irama dalam sekat rindu yang mulai berdetak
Langkahku kian jauh, waktuku semakin membunuh
Seharian aku menunggu datangnya malam
Semalaman aku membiarkan datangnya siang
Putarannya cepat dan semakin cepat
Tunggulah sebentar! Pintaku mengiba
Namun suaraku telah habis
Seperti rindu yang terkikis
Dan waktu …
Tak henti-henti mengejarku.
Bandung, 20.4.20
Meradang
Kebimbangan acap kali meradang
Mencari-cari cara agar hati tenang
Ke mana hendak melangkah?
Ke suatu arah tak terarah
Berupaya sekuat tenaga
Meruntuhkan rentetan kerumitan
Emosi-emosi menuai sangsi
Tak ada tujuan lagi
Langkah kaki terhalang
Kebimbangan bertambah bimbang
Bandung, 21.4.21
Baru Kutahu Puisiku Bukan untuk Penipu
jikalau kau jujur akan dikalahkan oleh yang mujur, katanya
jikalau beruntung akan dikalahkan oleh yang menghitung, pun katanya
saat harapanmu akan dibangun, mimpimu telah lebih dulu dicurinya
itu mimpi kita begitulah katanya merayu
hanya saja aku lebih suka pada puisi yang tak patuh pada segala katanya
perlahan-lahan kejujuran tidak akan dikalahkan
perlahan-lahan keberuntungan akan diraih seorang pemenang
siapa yang meremehkanmu itulah kekuatanmu
siapa yang menipumu itulah titik balik hidupmu
sebab aku baru tahu bahwa puisiku bukan untuk penipu
si penipu yang memainkan kata menjadi katanya
si penipu yang mencuri mimpimu diam-diam
setidaknya mari kuajarkan menhajar si penipu itu
cukup ciptakan saja puisi dari kata-katamu
agar katanya takkan lagi merayumu
Bandung, 21.3.21
Lautan Sakti Rantau Bertuah
aku larungkan segala iba ketika
kaki melangkah meninggalkan kenangan
bekalku cerita-cerita yang berkisah
membawa diri, mempertaruhkan janji
kelak waktu jua menuntunku pulang
terkenang senandung pilu
dari balik jendela rumah kayu
si anak kecil itu duduk termangu
menatap jalan setapak mulai menyemak
apabila dirinya pergi meninggalkan kampung
rumah ini jangan sampai lapuk
jalan setapak jangan sampai merimba
lantas senandung menjadi hening
menghilang setelah sepeninggalnya
ia akan kembali pulang
walau mengais sisa kenangan
jauh dari seberang lautan, di sebalik pulau
rantau telah mengajarkan tabah
dari segala nestapa yang mendera
segala kenangan akan dibangun
serta cerita-cerita yang memulai kisahnya kembali
Bandung, 23.3.21
Menghilang
tak perlu dicari kepergiannya nanti
tak perlu ditangisi ia tak kembali
biarkanlah dirinya bersama waktu
menghilang seiring detik menuntunnya pergi
Bandung, 21.3.21
Kata Penghabisan
tiba-tiba aku menjadi asing
di antara kata yang berdiam
kata yang tenggelam
kata yang terbuang
kata yang tak lagi dikenang
seluruh ruang khayal telah disesaki
ribuan keriuhan bertubi-tubi
kemudian sunyi
membujuk pergi berlari
sejauh mungkin mencari kemungkinan
tiba-tiba aku menjadi kata: kembali
sebelum semuanya menghilang
tersisa hanyalah kata penghabisan
Bandung. 4.3.21
Kerapuhan Kata
perlahan satu demi satu
mulai berdiam aksaraku
tidak banyak kata terangkai
meski ingin kuungkai
ceritaku memudar
ingatanku berpendar
kataku semakin rapuh
namun kenangan bertambah utuh.
2021