Ekonomi

Program Energi Baru Terbarukan Jokowi Terancam Gagal

Energi Baru Terbarukan Dari Angin dan Matahari
Energi Baru Terbarukan Dari Angin dan Matahari. (IST)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brojonegoro mengungkapkan pemerintah belum memiliki kebijakan yang kokoh terkait dengan energi terbarukan. Padahal, Presiden Joko Widodo dan Dewan Energi Nasional menetapkan bauran energi terbarukan harus mencapai 23% pada 2025.

Sejalan dengan Bambang, pengamat energi Eva A Djauhari mengatakan pengembangan energi terbarukan (EBT) belum memiliki dukungan kebijakan yang kuat.

“Dari sisi regulasi memang sangat berat. Ada handicap di soal regulasi,” kata Eva melalui keterangan tertulis, Jakarta, Jumat (31/8/2018).

Baca juga: Dewan Energi Nasional Prediksi Gagalnya Target Proyek Listrik 35.000 MW di 2019

Sebelumnya, Bambang Brojonegoro mengeluhkan porsi EBT masing dibawah 10 persen. Sedangkan waktu yang tersisa tinggal tujuh tahun untuk mencapai bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025. Bambang mengatakan, bauran energi terbarukan harus naik 2% per tahunnya. Ini merupakan tantangan yang besar, termasuk upaya menyediakan energi terbarukan yang terjangkau bagi masyarakat dari sektor rumah tangga hingga industri.

Baca Juga:  Pembangunan KIHT: Investasi untuk Lapangan Kerja Berkelanjutan di Sumenep

Eva mengatakan, regulasi yang ada saat ini belum cukup kuat mendorong minat sektor keuangan untuk memberikan pembiayaan. Hal itu terlihat dari sebagian besar proyek energi baru terbarukan dalam perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement/PPA) yang diteken pada 2017, hingga kini belum dapat direalisasikan.

Baca juga: Realisasi Program Listrik 35.000 MW Mundur dari Target yang Ditetapkan

“Salah satu kendalanya adalah pendanaan. Sektor keuangan tentu melihat prospek regulasi seperti apa. Sebab, ini investasinya intensive capital. Risikonya juga tinggi,” ucap Eva.

Eva melanjutkan, terdapat beberapa regulasi yang perlu diperbaharui yakni pertama, Permen (Peraturan Menteri ESDM) No 10 Tahun 2017 tentang pokok-pokok dalam perjanjian jual-beli tenaga listrik (PJBL) yang kemudian diubah dengan Permen No 49 Tahun 2017.

Kedua, Permen No.48 Tahun 2017 tentang pengawasan pengusahaan sektor energi dan sumber daya mineral. Utamanya, pasal 11 ayat 1 sampai 3 terkait pengalihan saham sebelum commercial operation date. Dan Ketiga, Permen No.50 Tahun 2017 tentang pemanfaatan sumber energi baru terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik.

Baca Juga:  Bea Cukai Nunukan Lakukan Hibah dan Musnahkan Barang Ilegal Lainnya

Baca juga: Program Pembangkit Listrik 35.000 MW Paling Tidak Realistis

Sebagaimana diketahui, sebanyak 46 PPA yang masih dalam proses persiapan penuntasan pendanaan (financial close) antara lain terdiri dari 38 pembangkit listrik tenaga minihidro (PLTMH), lima PLT bioenergi, dua pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), dan satu pembangkit listrik tenaga air (PLTA).

Tercatat baru tiga pembangkit yang sudah mencapai commercial operation date (COD). Pembangkit tersebut terdiri dari PLTMH, PLT Bioenergi dan PLTA. (eda/gdn)

Baca juga: ESDM: Realisasi Program Listrik 35.000 MW Baru Mencapai 3%

Editor: Gendon Wibisono

Related Posts

1 of 3,068