NUSANTARANEWS.CO, Banten — Hamparan tanah gembur di halaman belakang Pondok Pesantren Sultan Hasanuddin yang subur, tak dibiarkan begitu saja. Tampak dari kejauhan bak rumput-rumput ilalang yang tumbuh tinggi. Namun saat didekati, ternyata itu adalah tanaman Jahe Merah. Dengan beragam manfaat bagi kesehatan, Jahe Merah menjadi komoditas utama bagi pondok pesantren tersebut dalam meningkatkan perekonomian pesantren.
Pondok Pesantren yang dihuni 110 santri dengan rincian 54 santri putra dan 56 santri putri, telah mengelola kebun Jahe Merah sejak akhir 2015.
Menurut pelaksana harian YBM BRI kanwil Jakarta 3, Chandra Dispratomo, usaha jahenya merupakan turunan dari program Badan Usaha Milik Pesantren (BUMP). “Dan kita berikan modal Rp. 49 juta yang dibagi dalam dua termin pencairan,” kata Chandra dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (20/2/2017).
“Asumsi nilai tersebut adalah untuk 5.000 bibit jahe. Di mana ponpes melakukan pembelian bibit tahap 1 sejumlah 2.000 bibit dan tahap 2 untuk 3.000 bibit. Pengelolaan dan perawatan jahe diserahkan kepada pihak ponpes dengan melibatkan santri dan warga sekitar,” imbuhnya.
Satu bibit jahe, kata Chandra, setidaknya dapat menghasilkan hingga 5-10 kg, dan kemungkinan gagal panen 20%. Sehingga total panen untuk 5.000 bibit Jahe adalah sekitar 20.000 kg dengan harga jual sekitar Rp. 6.000 / Kg.
“Pada tingkat pasar, Jahe Merah merupakan komoditas unggulan bagi wilayah Banten. Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat sebagai obat atau minuman herbal. Maka Jahe Merah dipilih sebagai usaha utama Pondok Pesantren dari program BUMP binaan YBM-BRI. Kemudian dipasarkan melalui Pasar Ciboleger, yang merupakan pintu masuk kawasan Wisata Suku Baduy,” terang Chandra.
Sementara itu, pemimpin Pondok Pesantren Modern Sultan Hasanuddin, Kyai Zainudin Amir, menyampaikan hingga saat ini, sudah ada sejumlah alumnus pondok pesantren yang melanjutkan ke jenjang berikutnya. Karena pendidikan merupakan hal yang penting dalam menciptakan perubahan ekonomi bagi warga. “Khususnya bagi mereka yang berasal dari Suku Baduy. Dengan demikian, masyarakat Baduy akan menjadi insan yang semakin berwawasan,” kata Kyai Zainudin.
“Pondok Pesantren Sultan Hasanuddin setingkat dengan Sekolah Menengah Pertama atau MTS dan memberlakukan kurikulum sejajar dengan pendidikan pada umumnya. Hanya pemahaman agama diperbanyak. Yang menarik dari pembelajaran di sini adalah ilmu tentang toleransi yang kami ajarkan. Sebagaimana anak-anak Suku Baduy untuk berbaur dengan lingkungan yang berbeda dengan adat istiadat dan kebiasaan mereka,” tambah Kyai Zainuddin.
Sarinah (17) salah satu santri Pondok Pesantren Sultan Hasanuddin berkisah, dirinya mendapatkan banyak ilmu di Pondok Pesantren Modern Sultan Hasanuddin.
“Banyak ilmu yang saya dapatkan, Alhamdulillah saya sudah lancar Berbahasa Inggris, Arab dan Indonesia. Selain itu ilmu disiplin yang saya peroleh selama di Pondok Pesantren juga semakin menguatkan. Banyak kegiatan ekstrakuliler seperti pramuka yang bergulir menunjang pembelajaran. Ilmu agamapun bertambah atas bimbingan Kyai Zainudin Amir,” tutur Sarinah. (rep/rsk)
Editor: Sulaiman