NUSANTARANEWS.CO – Ketua Komisi VI DPR RI, Teguh Juwarno, mengungkapkan bahwa dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) 72 Tahun 2016 atas revisi dari PP Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) patut diduga sebagai cara pemerintah dalam menghilangkan kepemilikan negara terhadap BUMN.
“Ini jurus baru untuk menghilangkan kepemilikan negara, canggih ini,” ungkapnya kepada wartawan, Jakarta, Rabu (18/01/17).
Menurut Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) itu, sebelum terbitnya PP Nomor 72 Tahun 2016, upaya Pemerintah dalam menghilangkan kepemilikan negara sudah pernah terjadi di tahun 2014 lalu.
“Karena sudah ada indikasi. Dulu ada PP 27 tahun 2014 itu kan digunakan untuk melepaskan aset BUMN di PTPN. itu sempat ramai tapi kita cegah di komisi. Dan sekarang kita tidak mau ini terulang. Dua PP ini semacam saling melengkapi. Kalau kita biarkan, kepemilikan bisa lepas. ini yang jadi persoalan,” ujar Teguh.
Untuk itu dalam menyikapi hal ini, lanjut Teguh, Komisi VI DPR RI akan fokus membenahi sektor BUMN melalui revisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.
“Ya yang palling tepat kita lakukan revisi UU BUMN untuk memberikan dasar hukum yang solid agar soal holding, penggabungan termasuk soal pemindahan saham BUMN ada dasar aturannya. Karena selama ini soal holding tidak ada pijakan kuat,” katanya.
Sedangkan terkait poin holding-nisasi di PP tersebut, Teguh menegaskan, hal itu sangat bertentangan karena terjadi pemindahan aset.
“Sesuai dengan UU Keuangan Negara kan telak disitu bertentangan. Apalagi jika dikaitkan dengan konstitusi. Amanah konstitusi jelas menyatakan bahwa aset strategis itu kan dikuasi oleh negara (pasal 33 UUD 45). Kita khawatir kalau lepas kan nanti kepemilikan jadi ke PT, UU yang dipakai nantinya UU PT. Artinya itukan nanti bisa dilepas kemana saja, mau dijual kemana saja, kita tidak bisa kontrol lagi itu. Padahal di UUD (kalau gak salah pasal 5) pendirian BUMN kan jelas pakai APBN kan,” tandas Teguh.
Yang jelas, Teguh menambahkan, terbitnya PP Nomor 72 Tahun 2016 tersebut menunjukan bahwa tata aturan secara UU sudah tidak lagi beraturan. “Ya tata bernegara kita sudah tidak tertib,” ujarnya tegas. (Deni)