NUSANTARANEWS.CO – Posisi Iran menguat, AS ditinggal sekutu dan Eropa dan regionalnya. Kehadiran militer Amerika Serikat (AS) di Timur Tengah dan tempat lain di seluruh dunia telah menimbulkan ancaman besar bagi perdamaian, stabilitas, dan keamanan dunia, termasuk pegerahan besar-besaran militer AS ke Teluk Persia beberapa bulan belakangan ini terkait memanasnya hubungan AS-Iran. Pengepungan militer AS ke dekat batas perairan dan daratan Iran jelas-jelas merupakan ancaman nyata bagi Iran, bukan sebaliknya.
Setelah kalah langkah dalam beberapa insiden dengan Iran, AS kemudian berusaha membentuk koalisi angkatan laut di Selat Hormuz dan Teluk Persia dengan dalih untuk mengamankan jalur strategis perdagangan dunia internasional tersebut.
Namun rencana pembentukan koalisi maritim yang diinisiasi oleh AS tersebut mendapat penolakan tegas dari negara-negara sekutu Eropa dan regional. Bukan itu saja, sejumlah negara juga telah menolak untuk memberlakukan “tekanan maksimum” terhadap Iran.
Bahkan Inggris mengungkapkan rencananya sendiri untuk “menyusun misi perlindungan maritim yang dipimpin Eropa” dalam menanggapi pembalasan Iran atas penahanan sebuah kapal tanker minyak berbendera Inggris di Selat Hormuz pada bulan lalu. Insiden ini menyusul setelah pasukan elit Inggris membajak kapal tanker Iran di lepas pantai Gibraltar.
Seperti diketahui, AS baru-baru ini telah mempresentasikan konsepnya tentang misi pengamanan maritim di Teluk Persia kepada sejumlah sekutunya, termasuk Jerman. Namun Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas telah menegaskan bahwa prioritas utama Jerman adalah pada pengurangan ketegangan, dan upaya diplomatik. Jerman mengakui bahwa saat ini negaranya sedang melakukan pembicaraan serius dengan Perancis dan Inggris terkait situasi keamanan di Timur Tengah. Olehkarena itu, tekanan sanksi maksimum terhadap Iran telah dikesampingkan, kata kementerian luar negeri dalam sebuah pernyataan.
Sebelumnya, para pejabat Jerman dan Inggris telah mengatakan bahwa mereka menolak menerapkan sanksi “tekanan maksimum” AS terhadap Teheran, dan sebaliknya mendukung operasi yang diusulkan oleh London untuk upaya keamanan yang dipimpin Eropa guna “melindungi” kapal komersial yang beroperasi di Teluk Persia dan Selat Hormuz.
Gedung Putih marah dengan penolakan sekutu-sekutunya untuk memberi sanksi maksimum kepada Iran termasuk dengan rencana pembentukan koalisi keamanan di Selat Hormuz. Sementara kelompok garis keras rezim Trump terus berjuang keras mencari dukungan untuk membentuk koalisi anti-Iran.
Inggris sendiri telah mengatakan bahwa kehadiran angkatan lautnya di Teluk Persia bukanlah bagian dari pengerahan militer AS di Timur Tengah. Senada dengan Jerman dan Inggris, Prancis pun menolak beergabung dengan Operasi Sentinel yang digagas AS.
Menurut Deutsche Presse-Agentur Jerman dan media Barat lainnya, pemerintah Angela Merkel menolak permintaan Gedung Putih untuk bergabung dengan armada kapal perang Pentagon dalam mengamankan lalu lintas lintas perairan Selat Hormuz.
Pemerintah Jerman dengan tegas mengatakan bahwa kebebasan navigasi memang harus dilindungi. Namun harus dilindungi oleh siapa dan terhadap ancaman apa? Menurut Jerman, Iran bukanlah ancaman.
Menlu Jerman, Maas telah berulang kali menekankan bahwa, prioritas utama adalah untuk mengurangi ketegangan. Hal tersebut ditegaskan kembali oleh Menteri Keuangan Jerman Olaf Scholz yang mengatakan: Jerman bekerja sama dengan rekan-rekan Inggris dan Prancis untuk mengurangi ketegangan di Teluk Persia.
Tujuan utama negara-negara Eropa adalah de-eskalasi. Eropa telah menandatangani pakta non-agresi dengan negara-negara pesisir Teluk Persia. Dikabarkan Irak, Qatar, Kuwait, dan kemungkinan Oman mendukung perjanjian itu. Iran sendiri masih menunggu tanggapan dari negara-negara regional lainnya.
Sementara Rusia telah menyiapkan rencananya sendiri untuk Keamanan Teluk Persia yang prinsip-prinsipnya bertolak belakang dengan tujuan perang AS. Rusia menyerukan keamanan kooperatif yang damai, menekankan kepatuhan terhadap hukum internasional, kata Kementerian Luar Negeri Rusia.
“Dalam keadaan saat ini, langkah-langkah aktif dan efisien di tingkat internasional dan regional sangat diperlukan untuk menormalkan dan meredakan situasi di wilayah Teluk, mengubah fase krisis yang berkepanjangan, menuju subregion yang damai, bertetangga baik, dan melaksanakan pembangunan berkelanjutan”
Inisiatif Rusia ini mencakup prinsip-prinsip: Saling bekerja sama untuk menghilangkan ekstrimisme regional dan terorisme di Suriah, Yaman, dan di tempat lain di wilayah ini.
Membangun opini publik regional tentang ancaman yang ditimbulkan oleh kelompok-kelompok teroris dan perlu mengatasinya dengan aksi kolektif.
Semua negara harus mentaati “hukum internasional, Piagam PBB, dan resolusi Dewan Keamanan PBB. Kita semua bertujuan ingin menciptakan Timur Tengah yang demokratis dan makmur yang akan mendorong perdamaian dan koeksistensi antaragama.” (Agus Setiawan)