NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Sebuah video berdurasi 8 menit 49 detik yang berisi tuduhan Agum Gumelar kepada Prabowo Subianto terkait isu pelanggaran HAM 1998 beredar luas di media sosial. Pernyataan Agum boleh dibilang sudah tak mendapat sambutan baik dari masyarakat meskipun masih ada sebagian kalangan yang mempercayainya.
Pernyatan Agum dalam video tersebut mengutarakan aktor di balik kasus penculikan aktivis pada 1997-1998 silam. Muaranya sudah bisa ditebak, melalui video ini agar masyarakat tidak memilih Prabowo pada Pilpres 2019 karena dituduh terlibat pelanggaran HAM yang sejatinya tidak pernah terbukti secara hukum selama lebih dari dua dekade.
Ibarat kata pepatah, menepuk air di dulang terpercik muka sendiri, Agum kini mendapat sorotan tidak positif dari publik negeri. Pernyataannya di dalam video tersebut membuat orang-orang yang selama ini memiliki bukti dan tahu persis peristiwa pelanggaran HAM pada 1998 terpaksa membuka kembali fakta-fakta sesungguhnya.
Salah satu tokoh yang paling vokal menjawab tuduhan Agum ialah Johanes Suryo Prabowo, mantan Kasum TNI. Dalam sebuah wawancaranya dengan salah satu stasiun TV swasta nasional yang dipublikasikan pada 12 Jun 2014 silam, Suryo Prabowo bicara blak-blakan.
Baca juga: Ketika Prabowo Kembali Diserang dengan Isu Pelanggaran HAM 1998
Dalam sebuah sesi, Suryo Prabowo membuka kemungkinan motif Agum menuduh Prabowo terlibat kasus pelanggaran HAM pada 1998. Presenter bertanya kepada dirinya, mengapa mereka sampai sebegitu benci kepada Prabowo sampai mengeluarkan (pengadilan militer).
“Jadi saya lihat, ini produk kecemburuan. Maaf adik-adik saya yang masih aktif, saya terpaksa harus begini karena saya tidak suka. Pak Agum itu selama dia jadi tentara nggak pernah lebih hebat dari Prabowo, jabat apapun dia nggak pernah lebih hebat, jadi dia cemburu. Istilah saya di militer dia (Agum) kalah jago. Sekarang di luar jadi pengusaha kalah kaya, jadi politikus kalah beken. Di pilres 2004 cuma dapat 3 persen, ikut pilkada di Jakarta masuk final aja kagak, pemilihan gubernur di Jawa Barat nggak juga, dan dia pernah punya master yah dari American Wealth University, itu organisasi yang dilarang oleh Depdikti tahun 2005. Jadi mungkin dia cemburu terus karena di tentara itu ada istilah senior tidak ada matinya,” kisah Suryo Prabowo dalam video wawancara tersebut.
Kemudian, ketika video Agum kembali muncul di tengah-tengah publik menjelang Pilpres 2019, Suryo Prabowo kembali mengomentarinya. “Saya terpaksa harus membuka lagi arsip digital penjelasan saya tahun 2014 karena beredar video dan link berita tentang Pak Agum Gumelar yang seolah ngerasa benar bicara tentang DKP 1998,” kata Suryo Prabowo baru-baru ini melalui akun media sosialnya.
Tak hanya Suryo Prabowo, seorang bernama Nicholay Aprilindo, Alumnus PPSA XVII Lemhanas RI 2011 juga menyebarkan sebuah surat terbuka yang ditujukan kepada Agum Gumelar.
Berikut isi surat terbuka tersebut.
Kepada Yang Terhormat Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar
Bapak Agum Gumelar, saya dahulu sangat bangga dengan anda waktu anda masih aktif di Kopassus. Tapi sekarang saya tidak respek pada anda karena anda sudah kehilangan jati diri dan jiwa sapta marga serta sumpah prajurit.
Pak Agum Gumelar, anda bilang anda tahu segalanya rahasia tentang pelanggaran HAM Mei 1998, anda tahu di mana mayat-mayat korban penculikan, anda sepertinya sedang mencari ‘panggung politik’.
Pak Agum Gumelar, kalau anda tahu tentang rahasia peristiwa pelanggaran HAM Mei 1998 dan tahu di mana mayat para korban penculikan, kenapa anda tidak melaporkan itu pada presiden-presiden terdahulu seperti BJ Habibie, Gusdur, Megawati, SBY dan Jokowi? Dan kenapa anda tidak melaporkan itu pada tim pencari fakta Komnas HAM serta kejaksaan agung? Kenapa waktu Megawati Soekarno Putri berpasangan dengan Prabowo Subianto pada saat capres-cawapres 2009 anda tidak ‘bernyanyi’?
Kalau anda tahu segalanya tentang rahasia tersebut dan di mana mayat para aktivis korban penculikan dan atau anda tahu tentang suatu peristiwa kejahatan lalu anda tidak melaporkan maka anda dapat dikenai sanksi pidana juga dan termasuk dalam kategori ‘pembiaran’, anda sadarkah tentang itu?
Pak Agum Gumelar, saya minta anda harus jujur dan ksatria untuk memberikan kepastian hukum bagi keluarga para aktivis korban penculikan Mei 1998. Sebagai seorang Jenderal TNI yang terikat sapta marga dan sumpah prajurit walaupun anda sudah purnawirawan, seharusnya anda tahu itu.
Pernyataan anda tentang pelanggaran ham yang anda tuduhkan pada Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto tersebut, bagaikan anda menepuk air didulang terpercik muka sendiri dan bagaikan buruk rupa cermin dibelah, serta bagaikan melihat kuman diseberang lautan namun balok di mata sendiri tidak tampak.
Sebagai sesama IKAL Lemhannas RI, Saya berharap anda jujur dan ksatria, serta masih tersisa dalam ingatan anda Sumpah Prajurit dan Sapta Marga, dan saya berharap anda insyaf menjelang hari tua anda menanti dipanggil oleh Allah SWT. Jangan sampai oleh karena kekuasaan maka anda lupa segalanya. Ingat hukum tabur tuai, siapa menabur dia akan menuai atau hukum karma pala.
Sekali lagi insyaf dan bertaubatlah pada Allah SWT. Semoga kelak saat anda pulang ke haribaan-Nya anda husnul khotimah, Aamiin.
Selanjutnya, terkait kesaksian Agum melalui video yang viral itu, Waketum Gerindra Arif Poyuono meyakini rakyat sudah cerdas dan tahu bahwa motif Agum tak lain semata hanyalah untuk kepentingan kampanye hitam yang diarahkan pada Prabowo.
Bagi Arif, sudah cukup kelompok pendukung Jokowi melakukan pen-dzoliman terhadap Prabowo hingga melakukan politik pecah belah di keluarga besar TNI dengan isu penculikan aktivis 98. “Ingat jendral, siapa menabur, dia akan menuai. Semua ada harga yang harus jendral bayar!,” tegasnya.
(eda/ed)
Editor: Eriec Dieda