Berita UtamaEkonomiPolitikTerbaru

Persoalan Dalam Tata Kelola BUMN dan Institusi Negara Sebabkan Dana Puluhan Trilyun Menguap

Persoalan dalam tata kelola BUMN dan Institusi negara sebabkan dana puluhan trilyun menguap.
Persoalan dalam tata kelola BUMN dan Institusi negara sebabkan dana puluhan trilyun menguap/Foto: Farouk Abdullah Alwyni (FAA), Ketua Departemen Ekonomi & Pembangunan, Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Investasi (EKUIN), DPP PKS.

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Persoalan dalam tata kelola BUMN dan Institusi negara sebabkan dana puluhan trilyun menguap. Dua perusahaan asuransi pelat merah (BUMN) PT Asabri (Persero) dan PT Asuransi Jiwasraya (AJS), dinyatakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah merugikan negara hampir Rp 40 triliun. Nilai yang sangat fantastis dalam sejarah pengelolaan keuangan BUMN.

Asabri diprediksi telah menyebabkan kerugian negara hingga Rp 23 triliun dan Jiwasraya sebesar Rp 16,8 triliun. Memang fantastis! Yang pasti, kesalahan yang mengakibatkan kerugian negara yang sangat besar ini terletak pada “tata kelola investasi dan risiko” oleh institusi keuangan yang melayani nasabah TNI, Polri, PNS Kementerian Pertahanan (Asabri) serta nasabah umum (Jiwasraya) tersebut.

Belum selesai sampai di situ, publik kembali dikagetkan dengan perkara dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek. Nilai kerugiannya pun tak kalah fantastis, sekitar Rp 20 triliun. Sebelumnya juga ada korupsi Dana Bansos sebesar Rp. 5.9 triliun. “Berbagai skandal mega korupsi di atas menunjukkan betapa buruknya penerapan corporate governance di BUMN Asuransi maupun institusi negara kita,” kata Farouk Abdullah Alwyni (FAA), Ketua Departemen Ekonomi & Pembangunan, Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Investasi (EKUIN), DPP PKS di Jakarta, Rabu (1/3).

Baca Juga:  Dewan Kerja Sama Teluk Dukung Penuh Kedaulatan Maroko atas Sahara

Menurut alumnus New York University dan Birmingham University tersebut, “kasus Asabri dan Jiwasraya menunjukkan bahwa ada kelemahan fundamental terkait supervisi dari pemerintah selaku pemegang saham pengendali (PSP), yang dalam hal ini adalah Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan. Mereka tidak dapat mendeteksi persoalan-persoalan yang ada sejak dini sehingga terjadi ledakan dari akumulasi persoalan yang ada dan hal itu sangat merugikan banyak pihak, terutama para nasabahnya dan negara sendiri. Juga perlu dipertanyakan kemana fungsi pengawasan OJK?”

“Saya melihat semua ini kayak main-main saja mengelola BUMN. Jiwasraya kemudian dimasukkan dalam IFG (Indonesia Financial Group), BUMN Holding Perasuransian dan Penjaminan. Bahkan permintaan dana penanaman modal negara (PMN) sebesar Rp 20 triliun telah disetujui. Malah saat ini sedang mengajukan tambahan lagi Rp 2 triliun ke DPR untuk disetujui,” beber mantan direktur Bank Muamalat tersebut.

Yang jelas, lanjutnya, PKS memandang kasus-kasus “perampokan uang negara bermodus investasi” ini ujung pangkalnya adalah masalah dalam pengelolaan dana investasi di BUMN-BUMN keuangan, lembaga keuangan dan entitas pemerintah.

Baca Juga:  Prabowo Temui Surya Paloh, Rohani: Contoh Teladan Pemimpin Pilihan Rakyat

Jika ditilik lebih dalam, sambungnya, ada kemiripan dalam praktek investasi di Jiwasraya dan Asabri. Kemiripannya adalah kedua BUMN Asuransi tersebut banyak menginvestasikan dananya disaham tidak likuid, dan untuk Jiwasraya hanya 5% yang diinvestasikan disaham LQ45, disamping juga 98% dari reksadana dikelola oleh manajer investasi yang tidak termasuk ‘top tier.’

Lebih jauh, FAA juga mengungkapkan bahwa banyak saham-saham yang dimiliki oleh Jiwasraya juga dimiliki oleh Asabri. Menariknya saham-saham tersebut terafiliasi dengan Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro (Bentjok) – yang keduanya menjadi terdakwa kasus Jiwasraya dan status tersangka untuk kasus Asabri. Karena keduanya memang berkolaborasi dengan Jiwasraya maupun Asabri dalam mengelola investasi kedua BUMN tersebut, sebagaimana disebutkan oleh persidangan Jiwasraya dan pernyataan Kejagung.

Melihat proses kolusi tersebut, FAA mengangkat paket remunerasi yang besar bagi para pejabat pemerintah dan petinggi BUMN karena faktanya tidak sejalan dengan kinerjanya. “Malah mengambil uang nasabah BUMN Asuransi tersebut dan merugikan negara dengan nilai yang sangat fantastis. Artinya, meski para petinggi dan pejabat BUMN telah menikmati remunerasi yang besar tapi tetap saja korupsi, maka disini ada persoalan sistemik baik terkait GCG maupun terkait etika dan integritas dari para pengelolanya,” tukasnya.

Baca Juga:  Sering Dikeluhkan Masyarakat, Golkar Minta Tambahan Sekolah SMA Baru di Surabaya

“Bayangkan jika dana-dana tersebut dimanfaatkan untuk program pengentasan kemiskinan, suntikan dana untuk para pelaku sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), dan juga perbaikan fasilitas kesehatan tingkat kelurahan,” pungkasnya. (Red)

Related Posts

1 of 3,049