Terbaru

Perppu Kebiri, DPR Nilai Pemerintah Terkesan Buru-buru

NUSANTARANEWS.CO – Wakil Ketua Komisi VIII Iskan Qolba Lubis mengatakan, pemerintah terkesan terburu-buru dalam pengajuan Perppu tentang Perlindungan Anak atau yang dikenal dengan sebutan ‘Perppu Kebiri’ untuk dijadikan undang-undang di DPR. Hal itu setidaknya nampak dari segi prosedural pengajuan Perppu.

Iskan mengatakan, penerbitan Perppu ini masih masih perlu pembahasan matang. Hal itu karena, berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Pengganti Undang-Undang Pasal 52 ayat 1 dan 2 disebutkan bahwa pengajuan Perppu dalam bentuk pengajuan rancangan undang-undang ke DPR seharusnya dilakukan pada masa sidang berikutnya.

Sehingga, Perppu Kebiri yang ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada 25 Mei 2016 ini, seharusnya baru diajukan pada masa sidang VI, bukan pada masa sidang V pada periode saat ini.

“Jadi, di sini kami melihat pemerintah terkesan buru-buru dan emosional, hanya karena isu kekerasan seksual terhadap anak itu belakangan sedang ramai diberitakan media. Sehingga hasilnya pun terlihat tidak komprehensif dan berkesinambungan dalam mencegah kekerasan terhadap anak,” jelas Iskan, Rabu (27/7).

Baca Juga:  Kunjungi Pasar di Sidoarjo, Cagub Risma Janjikan Selesaikan Kesulitan Pedagang

Meskipun demikian, Iskan menegaskan, Fraksi PKS pada dasarnya sangat mendukung adanya upaya perlindungan terhadap anak. Oleh karena itu, menurutnya yang diperlukan saat ini adalah bagaimana melindungi anak-anak, bukan hanya berfokus pada bagaimana memperberat hukuman terhadap pelaku kekerasan terhadap anak.

“Kemudian bagaimana peran keluarga, masyarakat, dan ulama dalam pencegahan kekerasan terhadap anak. Jangan hanya berfokus pada bagaimana memperberat hukuman kepada para pelaku kejahatan terhadap anak,” tegasnya.

Iskan menambahkan, untuk menekan angka kekerasan terhadap anak khusunya kekerasan seksual, bukan semata-mata dengan menaikan ancaman hukuman, tetapi juga memperhatikan penegakan hukum dalam menangani kasus kekerasan seksual. Selain itu, menurutnya, pemerintah juga harus memperhatikan faktor pemicu terjadinya kekerasan terhadap anak, antara lain peredaran minuman keras dan pornografi.

Hukuman Kebiri kimia, menurut Iskan, jika merujuk di dalam peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang perlindungan anak merupakan cara kekerasan oleh negara walaupun tujuannya menghukum pelaku.

Baca Juga:  PWRI Sumenep dan KPU Gelar Sosialisasi Pilkada 2024 untuk Kelompok Tani di Desa Lembung Barat

“Cara kekerasan dalam penegakan hukum harus ditinggalkan mengingat Indonesia sudah meratifikasi konvensi anti penyiksaan. ditambah lagi masih adanya penolakan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk melaksanakannya,” jelas Iskan.

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka Fraksi PKS memilih sikap Tidak Menyatakan Pendapat dalam pembahasan Tingkat I terkait Penetapan Perppu tentang Perlindungan Anak (Perppu Kebiri) di Komisi VIII untuk dibawa ke Sidang Paripurna. (Achmad)

Related Posts

1 of 7