NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Operasi militer khusus Rusia di Ukraina secara langsung maupun tidak langsung telah memperluas pengaruh Iran di kawasan regional maupun global terutama dengan pengerahan pasukan tambahan ke Suriah untuk menggantikan pasukan Rusia yang ditarik mundur serta pembelian senjata Iran oleh Rusia.
Pengerahan pasukan tambahan Iran ke Suriah untuk menggantikan pasukan Rusia yang ditarik mundur memungkinkan Iran untuk memperkuat diri di sana sekaligus mengontrol wilayah yang masih dikuasai oleh para teroris dan pemberontak anti Assad.
Selain itu, pasukan tambahan Iran dapat memperkuat koridor jembatan daratnya untuk memperluas dukungan bagi mitra anti Amerika Serikat (AS) dan Israel di kawasan.
Sedangkan pembelian senjata Iran oleh Rusia menjadi kabar yang cukup fenomenal, karena Rusia adalah eksportir senjata global terbesar kedua setelah AS.
Pembelian senjata oleh Rusia ini, secara signifikan telah meningkatkan pamor industri senjata Iran sekaligus melegitimasi dan memperluas industri senjata Iran selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pembelian yang satu ini tentu semakin mendorong Iran ke arah peran yang lebih menonjol sebagai pengekspor senjata utama.
Sebagai informasi, sejauh ini pasar senjata Iran sangat terbatas seperti Ethiopia, Sudan, Tajikistan, dan Venezuela serta para mitra proksinya.
Terlepas dari semua itu, Operasi Militer Khusus Rusia di Ukraina secara langsung akan menjadi ajang pertempuran antara drone dan alutsista Iran melawan senjata buatan AS di Ukraina seperti HIMARS, sistem anti-tank Javelin, Switchblade “kamikaze” dan lain sebagainya.
Hadirnya drone-drone Iran di medan pertempuran, kemungkinan besar akan mendorong Barat menambah alokasi miliaran dolarnya untuk kontra-drone atau sistem pertahanan udara di Ukraina.
Terbukti dalam “perang drone” di Semenanjung Arab yang dilancarkan oleh pejuang Houthi telah membuat pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi yang di dukung AS dan Barat tak berdaya.
Drone-drone teknologi Iran yang murah tentu menjadi tidak proporsional bagi sistem pertahanan udara Patriot dan THAAD yang mahal. Anehnya, sudah tahu begitu, tetap saja Arab Saudi dan UEA sepakat membeli sistem pertahanan udara itu senilai senilai US$5,3 miliar (Rp78,9 triliun). (Agus Setiawan)