NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia, Yusri Usman mengkritik sikap pemerintah yang dinilainya memaksakan diri revisi keenam PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sebagai implementasi UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba.
Yusri menduga, revisi aturan tersebut sekadar untuk memenuhi kepentingan segelintir pengusaha pemilik PKP2B. “Sikap pemerintah bisa jadi akibat tekanan pengusaha PKP2B yang akan berakhir kontraknya,” kata dia, Jakarta, Rabu (9/1/2019).
Sejumlah perusahaan yang akan berakhir masa kontraknya seperti PT Tanito Harum, PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal, PT Kaltim Prima Coal, PT Adaro Indonesia, Kideco Jaya Agung, PT Berau Coal dan PT Multi Harapan Utama.
“PKP2B generasi satu akan berakhir kontraknya masing-masing sejak 2019-2025,” ungkapnya.
Dia menambahkan, kelemahan pemerintah menghadapi perusahaan-perusahaan itu tampak dengan mengganti masa perpanjangan yang mestinya diajukan paling cepat dua tahun dan paling lambat enam bulan sebelum menjadi paling cepat lima tahun.
“Ada indikasi agar semua kontrak PKP2B Generasi 1, dapat diperpanjang selama pemerintahan Jokowi. Ironisnya, PKP2B Generasi 1 yang habis masa kontraknya seharusnya dapat diambil alih untuk memperkuat BUMN dalam menjalankan ketahanan energi yang jelas-jelas menjadi masalah besar bangsa ini ke depan,” urainya.
“Sangat tidak salah publik menduga langkah pemerintah ini dibuat seperti kerja operasi intelijen. Hampir proses yang ada diupayakan tidak muncul ke ruang publik,” sambung Yusri.
(eda/gdn)
Editor: Gendon Wibisono