NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Keputusan internal partai Golkar menunjuk Airlangga Hartarto sebagai ketua umum dinilai bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Pasalnya, Golkar sepanjang sejarah memang sudah identik dekat dengan kekuasaan.
“Terpilihnya Airlangga bukan suatu hal yang mengagetkan. Kalau melihat fakta umumnya calon ketua berada di radar kekuasaan,” kata pengamat politik dari Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi di kawasan Mampang, Jakarta Selatan, Sabtu (16/12/2017).
Burhanuddin menilai, beberapa kali konflik yang terjadi di internal Golkar ditengarai hadirnya kekuasaan yang mengintervensi konflik tersebut sampai akhirnya selesai.
“Setya Novanto terpilih tidak bisa dilepaskan dari Setnov memiliki restu kekuasaan. ARB (Aburizal Bakrie -red) menjadi ketua umum partai Golkar juga tidak terlepas dari restu SBY,” papar Direktur Eksekutif Indokator Politik Indonesia itu.
Menurut Burhanuddin yang juga merupakan pengamat politik dari UIN Jakarta ini, doktrin kekaryaan yang menjadi identitas partai Golkar menjadikan elit partai akan selalu mendekat dengan kekuasaan.
“Dalam Golkar restu kekuasaan bukan sesuatu hal yang haram. Dengan doktrin kekaryaan. Maka elit tidak bisa jauh dengan kekuasaan,” katanya.
“Saya ingat betul ketika ARB menjauh dari kekuasaan, justru elektabilitas Golkar itu 8-9 persen. Massa konstituen partai Golkar ingin elit partai mendekat ke kekuasaan,” sambung Burhanuddin.
Hal tersebut juga, kata dia, dapat dilihat dari awal kepemimpinan Setya Novanto, di mana partai Golkar mengalami kenaikan elektabilitas pasca deklarasi dukungannya terhadap Jokowi.
“Di awal kekuasaan Setnov mengalami masa kejayaan 16 persen elektabilitasnya, mengalami peningkatan. Itu yang kita rilis. Awal kepemimpinan Setnov mendekatkan diri dengan kekuasaan yaitu pada saat mendukung jokowi, merupakan prestasi tersendiri bagi Setya Novanto,”pungkasnya.
Reporter: Syaefuddin Al Ayubbi
Editor: Eriec Dieda