NUSANTARANEWS.CO – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sebaiknya tidak perlu menetapkan tarif batas bawah taksi online. Kemenhub lantas diminta agar tidak mempersulit keberadaan taksi berbasis online dengan berbagai regulasi baru. Sebab, revisi Peraturan Menteri Perhubungan (PM) Nomor 26 Tahun 2017 tentang Perubahan PM Nomor 32 Tahun 2016 dikhawatirkan akan menjadi pintu masuk pemberangusan industri kreatif nasional.
Tak hanya itu, pengaturan tarif taksi online hanya akan menguntungkan korporasi besar dan mematikan semangat ekonomi kerakyatan yang sedang tumbuh pesat di masyarakat.
“Kebijakan ini hanya akan menguntungkan segelintir orang pemilik korporasi dan investor saham di pasar modal. Sementara sopir-sopir taksi konvensional dari lahir sampai mati hanya jadi karyawan dengan gaji seadanya,” anggota Hipmi, Anggawira dalam keterangan tertulisnya, Rabu (5/4/2017).
Disebutkan, inovasi yang dilakukan oleh aplikasi taksi online berbasis pada konsep ekonomi gotong-royong atau ekonomi berbagi. Inovasi ini juga mendorong semangat kewirausahaan di masyarakat, sehingga semangat yang diusung oleh inovasi ini adalah ekonomi kerakyatan, efisiensi, berbagi jasa dan keuntungan.
“Jadi, keuntungan tidak dimonopoli oleh salah satu korporasi saja atau kapitalisme absolut. Semangat taksi online ini justru ekonomi kerakyatan, tidak ada majikan dan karyawan. Semua menjadi pengusaha termasuk sopirnya,” jelasnya.
Kebijakan pengaturan tarif ini sangat disayangkan. Dicontohkan, bila di taksi online pengusahanya hanya satu atau dua pihak, namun di taksi online, tercipta ribuan bahkan jutaan entrepreneur transportasi baru. “Ada anak muda yang punya dua taksi sampai sepuluh taksi. Dia berani cicil mobil dengan modal uang muka Rp15 juta-an per bulan. Mereka ini ada ribuan dan banyak yang kecewa dengan pengaturan baru ini, sementara revisi aturan ini hanya akan mengutungkan satu atau dua korporasi,” kata dia.
Ia menambahkan, terdapat banyak keuntungan dengan hadirnya taksi online, yakni terjadi efisiensi di sektor perhubungan, mendorong entrepreneurship atau lebih tepatnya munculnya micro-enterpreneur, ekonomi berbasis kerakyatan, berbagi (sharing economy) dan sangat customized dimana pelayanan dan harga semakin berpihak kepada konsumen.
Sebab itu, pemerintah diminta agar tidak perlu turut campur tangan lebih dalam kepada penetapan tarif transportasi taksi online. Tarif ini diminta serahkan saja ke mekanisme pasar. “Serahkan saja ke mekanisme pasar. Mereka yang cuma mau untung sendiri dan tidak berbagi dan malas berinovasi ya akan tersingkir. Kenapa yang kerja keras berinovasi dan berbagi rezeki dengan banyak pihak malah disingkirkan dengan mengintervensi melalui regulasi. Ini tidak adil,” tandasnya.
Sebagaimana diketahui, Kemenhub, Sabtu (1/4/) telah menerapkan aturan mengenai taksi online. Aturan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Perhubungan (PM) Nomor 26 Tahun 2017 tentang Perubahan PM Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Terdapat 11 Poin aturan taksi online yang mengalami revisi diantaranya penetapan tarif batas bawah dan tarif batas atas.
Penulis: Eriec Dieda