NUSANTARANEWS.CO – Pada Jumat 17 Agustus 2018, telah dilakukan serah terima jabatan Wakapolri dan Kabareskrim Polri Komjen (Pol) Ari Dono Sukmanto resmi menjabat sebagai Wakapolri, ia dilantik bersama Irjen (Pol) Arief Sulistyanto sebagai penggantinya di Bareskrim Polri. Seiring serah terima jabatan tersebut ada hal yang sangat mengganjal, kapan penegakan hukum kasus Kondensat yang merugikan negara Rp 37 triliun dituntaskan? Kapan buronan Honggo Wendratno ditangkap, lalu diadili bersama Raden Priyono dan Djoko Harsono yang telah ditetapkan sebagai tersangka?
Padahal, sejak 3 Januari 2018 yang lalu, Jampidsus Kejaksaan Agung Dr. M. Adi Toegarisman menyebut berkas kasus Kondensat sudah dinyatakan lengkap (P21).
Kami merasakan adanya keragu-raguan Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian dan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo dalam melakukan penegakan hukum kasus Kondensat. Karena, kasus ini merugikan negara sangat besar, apalagi ditemukan juga adanya potensi kerugian negara pada PT PLN, PT Pertamina, dan SKK Migas.
Keragu-raguan Kapolri dan Jaksa Agung juga diduga kuat berkaitan dengan keterlibatan “orang-orang besar” di balik kasus ini, maka wajar bila dugaan keterlibatan “orang-orang besar” ini menghambat upaya penegakan hukum.
Mungkin kita masih ingat, pada Senin 25 Mei 2015 lalu, Dirtipideksus Bareskrim Polri saat itu Brigjen (Pol) Victor Edison Simanjuntak, pernah menyebut kepada media adanya pihak-pihak tertentu yang menawarkan para penyidik sejumlah materi untuk menghentikan pengusutan kasus Kondensat. Namun, Dirtipideksus Bareskrim Polri saat itu Brigjen (Pol) Victor Edison Simanjutak enggan menyebutkan pihak-pihak mana saja yang dimaksud.
Secara struktur, Polri dan Kejaksaan Agung adalah lembaga penegak hukum di bawah Presiden. Polri sesuai Undang-Undang No 2 Tahun 2002, Kejaksaan Agung sesuai Undang-Undang No 16 Tahun 2004, dan tentu ini berbeda dengan KPK yang independen (tidak di bawah Presiden) sesuai Undang-Undang No 30 Tahun 2002.
Maka, sudah sepatutnya Presiden Joko Widodo bertanggungjawab untuk mendesak Kapolri dan Jaksa Agung menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Namun, itu pun bila Presiden Joko Widodo memang memiliki keberanian.
Bila Presiden Joko Widodo acuh, maka akan mempermalukan citranya sendiri di tahun politik ini. Apalagi saat ini ketidakpuasan masyarakat makin meluas dan elektabilitas Presiden Joko Widodo walaupun masih unggul tapi cenderung stagnan.
Tidak menutup kemungkinan, ketidakpuasan masyarakat tersebut makin membesar dan menggerus elektabilitas Presiden Joko Widodo pada Pilpres 2019 nanti.
Oleh: Wenry Anshory Putra, Koordinator Pergerakan Pemuda Merah Putih (PP Merah Putih)