Berita UtamaHukumPolitik

Pemuda Muhammadiyah ‘Tegur’ Polisi Agar Tak Serampangan Menuduh

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pemuda Muhammadiyah Sumatera Utara (Sumut) meminta aparat dan masyarakat jangan mengaitkan kasus teror di Mapolda Sumut dengan Agama Islam. Sebagaimana diketahui, hingga kini, Densus 88 bersama Polda Sumut terus mendalami kasus teror di Mapolda Sumut yang menewaskan seorang polisi pada Minggu 25 Juni 2017 lalu.

Menurut Ketua PW Pemuda Muhammadiyah Sumut Basir Hasibuan dirinya menegaskan tidak ada ajaran dalam Islam boleh menyerang siapapun dan agama apapun. “Jangan seolah-olah karena penyerang kebetulan menyebut ‘allahu akbar’ lalu dihubungkan dengan agama Islam,” ungkapnya dalam siaran tertulis yang diterima redaksi Jum’at 30 Juni 2017.

Karenanya Pemuda Muhammadiyah Sumut meminta penegak hukum khususnya Mabes Polri untuk menegakkan hukum dengan cara tidak menggunakan sistem sniper. Dimana kata dia, sistem tersebut hanya menembak sasaran yang diinginkan sebelum mengorek terlebih dahulu informasi secara lebih rigit terkait kesalahan objek yang bersangkutan.

“Ketimpangan hukum dan ekonomi serta ajaran sesat akan memunculan semangat ingin melawan dengan main hakim sendiri. Sekali lagi tidak ada kaitan teror di Mapolda Sumut dengan agama Islam. Itu murni teror untuk mencuri senjata demi kepentingan kriminal,” tegasnya.

Baca Juga:  Naik Pangkat Jenderal Kehormatan, Prabowo Disebut Punya Dedikasi Tinggi Untuk Ketahanan NKRI

Sampai saat ini, polisi telah menetapkan 4 orang tersangka. Seorang diantaranya berinisial AR tewas karena ditembak polisi. Tiga tersangka lainnya sudah diboyong ke Mabes Polri, Jakarta.

Penting untuk diketahui, selama 50 tahun, Terorisme merupakan fenomena internasional. Kata “teroris” dan “terorisme” bersifat pejoratif. Sebagai gantinya, beberapa media Barat seperti BBC lebih suka menggunakan kata “militants“, “separatists”, “guerillas” atau “insurgents” (pemberontak).

Recent experience, seperti di Chechnya, memperlihatkan terorisme berdampak negatif pada proses demokratisasi, memukul reformasi politik, dan jadi pintu-masuk bagi diktatorial Vladimir Putin. Seorang pedantic demokrasi (Hendardi) tegas menyatakan terorisme adalah masalah kriminal. Pendekatannya, law enforcement. Masuk domain polisi.

Pernyataan Audrey Kurth Cronin yang menyatakan “terrorism picks at the vulnerable seam between domestic law and foreign war” merupakan stetmen yang salah kaprah. Terorisme berada di luar kelaziman paradigma demokrasi. Ia tidak termasuk criminal act atau perang. Lebih menakutkan dari rampok, drugs, dan aliran sesat (okultis).

Baca Juga:  Drone AS Tidak Berguna di Ukraina

Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 20