Mancanegara

Pemilu Rwanda, Kagame Dipastikan Menang Kembali

NUSANTARANEWS.CO, Kigali – Paul Kagame hampir pasti terpilih kembali menjadi presiden Rwanda. Dukungan dan kepercayaan warga Rwanda terhadap Kagame masih sangat besar berkat keberhasilannya memimpi pemulihan ekonomi yang damai dan cepat di negara kecil di Afrika Tengah itu pasca genosida yang terjadi tahun 1994.

Pada Jumat (4/8), Rwanda menggelar pemilu. Dan dalam penghitungan sementara, Kagame diperkirakan akan kembali meraih kemenangan besar setelah 17 tahun berkuasa.

Dilaporkan AFP, dalam proses penghitungan nama Kagame mendominasi. Ketua KPU Rwanda, Charles Munyaneza mengatakan proses pemungutan suara tidak ada masalah yang berarti dan lancar. Dan jumlah pemilih sekitar 6,9 juta terdaftar serta telah memberikan suaranya.

Para pemilih masih memberikan pujian selangit atas kepemimpianan Kagame sejak pasukannya mengalahkan pasukan Hutu.

“Dia membebaskan negara ini. Dia menstabilkan negara ini. Sekarang kita bisa berjalan pada siang atau malam tanpa ancaman,” kata Jean Baptiste Rutayisire, seorang pengusaha berusia 54 tahun.

Baca Juga:  Raja Maroko King Mohammed VI Sambut Kunjungan Kenegaraan Presiden Prancis Emmanuel Macron di Dar al-Makhzen

“Dia orang yang sangat luar biasa, anda tidak akan dapat mengubahnya sebagai seorang pemenang,” kata dia lagi.

Kagame yang berusia 59 tahun melawan dua kandidat kurang dikenal yakni Frank Habineza dari Partai Demokratik Hijau dan Philippe Mpayaminana dari partai oposisi satu-satunya yang diperbolehkan menjadi kandidat presiden. Sayangnya, kemunculan mereka berdua serasa percuma karena banyak masyarakat tidak kenal. Bahkan mereka tidak tahu siapa Frank dan Philippe.

Kagame baru berusia 36 tahun saat menjadi pemimpin de facto Rwanda setelah peristiwa genosida pada 1994. Dia diangkat menjadi presiden oleh anggota parlemen pada tahun 2000 sebelum terpilih kembali pada tahun 2003. Kemudian pada tahun 2010, Kagame terpilih lagi dengan mendulang 90 persen suara.

Rekan dekat Kagame, mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair memanggilnya sebagai pemimpin visioner.

Kagame dipuji berkat gebrakan luar biasanya di negara yang hancur ini kemudian memiliki pertumbuhan ekonomi sekitar 7 persen per tahun. Kagame tidak mentolerir korupsi, sehingga pemerintahan berjalan relatif aman dan bersih dari unsur perilaku haram tersebut.

Baca Juga:  Pasukan Prancis Berlatih untuk Berperang dengan Rusia di Rumania

Selain itu, Rwanda tercatat negara yang memiliki jumlah tertinggi anggota parlemen perempuan di dunia.

Namun, kritikus dan kelompok HAM menuduh Kagame memerintah karena takut, mengandalkan represi sistematis terhadap kelompok oposisi, kebebasan berbicara dan media.

Kalau pun ada yang berani mengkritik, Kagame tak segan memaksannya ke pengasingan atau dibunuh. Sedikit sekali orang Rwanda yang berani berbicara menentangnya.

“Tidak ada pemilihan di Rwanda. yang ada adalah penahbisan yang menyatakan Kagame sang raja,” kata soerang wartawan lokal Robert Mugabe.

Sebelum pemungutan suara berlangsung, Kagame bahkan mengaku sudah tahu hasilnya. Hal ini diyakini banyak orang di rawanda. Keyakinannya datang setelah 98 persen orang Rwanda menyetujui amandemen konstitusi dalam sebuah referendum 2015 yang memberinya hak untuk mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga.

Pengamat mengutuk reformasi tersebut, yang berpotensi melihat Kagame mempertahankan jabatan dua kali lebih banyak jika terpilih kembali kali ini dan membiarkan dia tetap menjadi presiden sampai tahun 2034. (ed)

Baca Juga:  Pembantaian Warga Palestina di Gaza: Kekejaman yang Mencoreng Kemanusiaan

Editor: Eriec Dieda

Related Posts