Politik

PDIP Tuding Prabowo Berambisi Jadi Presiden

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – PDIP Tuding Prabowo Berambisi Jadi Presiden. Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto mengajak semua pihak untuk menerima ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold dalam Undang-Undang Pemilu yang sudah disahkan dalam paripurna DPR RI.

Hasto menyayangkan pernyataan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang mengatakan bahwa ambang batas pencalonan presiden adalah lelucon untuk menipu rakyat. Menurut Hasto, hal itu disampaikan Prabowo hanya karena ambisi untuk kembali mencalonkan diri pada Pemilu Presiden 2019.

“Ketika ada voting di DPR soal presidential threshold yang hasilnya tidak membuatnya puas, maka dia katakan bahwa presidential threshold menipu rakyat. Jangan karena ambisi jadi presiden kemudian keputusan yang sah direduksi. Sekali lagi, hanya karena ambisi,” ujar Hasto, dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Sabtu (29/7/2017).

Opsi ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen kursi atau 25 persen suara sah nasional didukung mayoritas dari fraksi di DPR. Selain PDI-P, opsi ini juga didukung parpol koalisi pendukung pemerintah lain seperti partai Golkar, Nasdem, Hanura, PPP dan PKB.

Baca Juga:  Mengulik Peran Kreator Konten Budaya Pop Pada Pilkada Serentak 2024

Adapun Gerindra bersama Demokrat, PKS dan PAN mendukung opsi ambang batas pencalonan presiden dihapuskan atau 0 persen. Karena kalah suara, keempat fraksi tersebut walk out dari ruang sidang paripurna dan RUU pemilu dengan ambang batas pencalonan presiden 20-25 persen disahkan menjadi UU secara aklamasi dalam rapat paripurna, Jumat (21/7/2017) dini hari lampau.

Hasto mengatakan menang dan kalah dalam berpolitik merupakan hal biasa dan harus disikapi secara ksatria. “Dengan jalan ksatria PDI-P menerima keputusan politik di DPR walau sering diambil atas kekuatan menang menangan semata,” kata Hasto.

Dia mencontohkan, misalnya saat awal Jokowi terpilih menjadi Presiden, parpol pendukung Prabowo yang saat itu tergabung dalam koalisi merah putih mengubah ketentuan dalam Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.

Dengan perubahan itu, maka PDI-P sebagai pemenang pemilu legislatif tidak otomatis menduduki kursi pimpinan DPR. Pemilihan pimpinan dilakukan dengan sistem paket.

PDI-P dan koalisi pendukung Jokowi yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat pun kalah dalam perebutan kursi pimpinan DPR dan alat kelengkapan dewan. Namun PDI-P, lanjut Hasto, bisa menerima kekalahan itu.

Baca Juga:  Ratusan Nelayan Tlocor Sidoarjo Kompak Dukung Khofifah di Pilgub, Galang: Bukti Sejahterakan Nelayan

“Mereka memotong suara rakyat sehingga apa yang disuarakan rakyat tidak tercerminkan di DPR. Tapi PDI-P yakin politik beretika harus dikedepankan,” ucap dia.

Dalam jumpa pers bersama Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, Kamis (27/7/2017) malam lalu, Prabowo mengkritik UU Pemilu yang baru saja disahkan DPR pada 20 Juli 2017. Kritik keras ditujukan Prabowo terhadap ketentuan ambang batas pemilihan presiden. “Presidential threshold 20 persen, menurut kami, adalah lelucon politik yang menipu rakyat Indonesia,” sebut Prabowo.

Prabowo mengatakan bahwa pemilu merupakan hal yang penting untuk mengukur kualitas demokrasi suatu negara. Oleh sebab itu, Prabowo melanjutkan, Fraksi Partai Gerindra tidak ingin terlibat dalam pengesahan UU Pemilu yang bisa merusak demokrasi, terutama ketentuan ambang batas pilpres.

“Kami tidak mau ikut bertanggung jawab, tidak mau ditertawakan sejarah. Silakan berkuasa hingga 10 tahun, 20 tahun, namun di ujungnya sejarah yang menilai,” tutur Prabowo.

Pewarta: Ricard Andika
Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 161