NUSANTARANEWS.CO – Pembangunan di Jakarta dalam 2 tahun terakhir sangat berpotensi melahirkan kelompok miskin baru. Romo Sandyawan Sumardi, pegiat kemanusiaan dan pemberdayaan masyarakat sekaligus inisiator Gema Ibukota, baru-baru ini mengatakan bahwa penggusuran paksa yang dilakukan di berbagai tempat, termasuk Kampung Pulo dan Bukit Duri, dilakukan tanpa memberikan ruang dialog dan telah menyepelekan persoalan keberlanjutan penghidupan warga.
“Penggusuran paksa terbukti menyebabkan warga yang tergusur kehilangan pendapatan sehingga sangat rentan untuk jatuh miskin,” kata Sandyawan di Jakarta.
Kisah Sri Aswiah, seorang warga yang tergusur dari kampung nelayan di Luar Batang merupakan salah satu contoh lain bagaimana suatu keluarga yang rentan miskin sangat berisiko jatuh miskin ketika menjadi korban penggusuran yang tidak mengedepankan dialog.
Selain berpotensi merusak lingkungan dan menyebabkan banjir, reklamasi Pantai Utara Jakarta juga sangat berpotensi melahirkan kelompok miskin baru dari kalangan nelayan. Kebijakan reklamasi yang dilaksanakan oleh Pemprov Jakarta lebih banyak menguntungkan para pemodal besar dan jauh dari prinsip keadilan.
“Para nelayan yang biasa menambatkan perahu di depan rumahnya, tiba-tiba dipindah ke rumah susun,” kata Agus Pambagyo, pengamat kebijakan publik. Agus menyatakan bahwa pembangunan rumah susun dan berbagai program yang menggunakan dana di luar APBD, termasuk dari para pengembang, adalah tidak tepat.
Sementara itu, Agus Pambagyo juga menyoroti rendahnya penyerapan anggaran dan realisasi belanja modal di DKI juga menjadi tolok ukur buruknya tata kelola pemerintahan, sehingga memperparah pembangunan DKI yang relatif tersendat. (Red-01)