Hukum

Nur Alam Bantah Pengaruhi Saksi Ridho Insani Untuk Tak Penuhi Panggilan KPK

Nur Alam/Foto:IST
Nur Alam/Foto:IST

NUSANTARANEWS.CO – Kuasa Hukum tersangka kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dalam Surat Keputusan (SK) guna mendapatkan Surat Izin Usaha Pertambangan (SIUP), Nur Alam yakni Ahmad Rifai membantah kliennya telah mempengaruhi saksi bernama Ridho Insani untuk tidak memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Tidak ada sama sekali, tidak ada mempengaruhi saksi. Kemudian terkait dia (Ridho Insani) saksi kunci atau tidak bukan di kami yang menilai, tapi dalam proses penyidikan ini teman-teman KPK lah memiliki kewenangan untuk mengungkap dan menggali sejauh apapun disitu. Yang jelas satu hal bahwa, dalam proses penyidikan klien kami (Nur Alam) akan kooperatif dalam membantu proses penyidikan ini,” tegas Rifai di Jakarta, Selasa, (25/10/2016).

Pada Kamis 20 Oktober 2016 KPK melakukan penjemputan paksa terhadap salah satu saksi dalam kasus ini. Dia adalah seorang PNS Pemprov Sulawesi Tenggara (Sultra) bernama Ridho Insani.

Penjemputan paksa dilakukan penyidik lantaran Ridho tidak pernah memenuhi panggilan penyidik KPK. Padahal sebagai warga negara yang baik, seyogyanya dia turut serta membantu KPK dalam memberangkus korupsi. Apalagi keterangannya juga memang sangat diperlukan oleh penyidik.

Baca Juga:  Alumni Lemhannas RI Minta Kejari Inhil, Inspektorat, dan Tipikor Periksa Kominfo

Kemudian setelah dijemput paksa, tim penyidik KPK pun langsung memeriksanya. Selama pemeriksaan tim penyidik KPK menanyakan soal kebijakan-kebijakan yang pernah dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara (Sultra), khususnya saat dibawah kepemimpinan Gubernur Nur Alam.

Nur Alam sendiri sudah ditetapkan menjadi tersangka KPK pada 23 Agustus 2016 lalu. Ia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) dalam persetujuan pencadangan wilayah pertambangan, persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP), eksplorasi dan persetujuan peningkatan izin usaha pertambangan eksplorasi menjadi izin usaha pertambangan operasi produksi kepada PT. AHB di wilayah Sultra tahun 2008-2014.Dia diduga mendapatkan kick back atau imbal balik dari izin yang dikeluarkannya.

Atas perbuatannya, Nur Alam dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Nur Alam telah melakukan upaya untuk melepaskan status tersangkanya dengan mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel).

Baca Juga:  Kapolres Inhil Ditunggangi Dewan Pers dan PWI untuk Diskreditkan PPWI

Namun Pengadilan tidak mengabulkan gugatan tersebut sehingga Nur Alam harus menjalani proses hukumnya kembali. (Restu)

Related Posts

1 of 204