NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Kordinator PN MPPI (Presedium Nasional Majelis Permusyawartaan Pribumi Indonesia), MS Kaban mengatakan setelah 20 tahun berjalan reformasi situasi demokrasi Indonesia sekarang coraknya menjadi demokrasi profit.
“Kita harus mengkoreksi selama 20 tahun dengan demokrasi yang kita lakukan sekarang ini. Pertanyaanya apakah kita mendapatkan wakil rakyat yang qualified, apakah kita melahirkan kepemimpinan nasional yang betul-betul berintegritas, yang memiliki komitmen seperti yang diamanatkan pembukaan UUD 1945?,” ujar Kaban kepada wartawan di sela-sela isi diskusi di Restoran Aljazeera, Jakarta Timur, Rabu (16/10/2019).
Saat ini yang paling menonjol, kata Kaban, biaya demokrasi sudah teramat sangat mahal. Sehingga hanya orang-orang yang memiliki capital (modal) yang mampu mewakili rakyat.
“Saya kira berbahaya,” tegasnya.
Baca juga: Soal ‘Kecurangan Bagian Demokrasi’, MS Kaban: Itu Akan Jadi Malapetaka
Oleh karena itu, ia menghimbau agar seluruh komponen masyarakat harus berani mengkoreksi situasi ini. Dimana demokrasi Indonesia harus sesuai dengan amanat UUD 1945 yang merepresentaai seluruh rakyat Indonesia.
“Saya kira dengan situasi yang kita alami 20 tahun ini, kita bisa melihat bahwa pada akhirnya demokrasi itu menjadi demokrasi yang hanya semata-mata mencari profit. Jadi people power profit,” ujarnya.
Kaban mengatakan, situasi sekarang para elit mengandalkan kekuasaan atau mendapatkan kekuasaan dari rakyat. Tetapi dalam praktinya semua melakukannya secara transaksional.
“Saya kira ini malapetaka terhadap demokrasi kita,” jelasnya.
Oleh karena itu, menurut Kaban, istilah kembali ke UUD 1945 harus didasarkan dalam rangka untuk menjadikan pemimpin itu betul-betul qualified. Kemudian apa yang disebut kecurangan bagian dari demokrasi bisa dieliminasi dengan sendirinya.
“Kembali ke UUD 1945 secara utuh, secara murni artinya kita mengembalikan kehidupan kita bernegara dan berbangsa sesuai amanat rakyat. Sehingga bisa melihat kualitas atau martabat kita berdemokrasi,” tandasnya.
Pewarta: Romadhon
Editor: Ach Sulaiman