Mancanegara

Mongolia Bergolak Melawan Kebijakan Asimilasi Partai Komunis Cina

Mongolia bergolak melawan kebijakan asimilasi Partai Komunis Cina.
Mongolia bergolak melawan kebijakan asimilasi Partai Komunis Cina. Kelompok Nasionalis Mongolia memegang spanduk kitab suci di luar Kementerian Luar Negeri Mongolia untuk menunjukkan solidaritas dengan orang-orang Mongolia Dalam dalam perjuangan mereka melestarikan bahasa Mongolia menentang kebijakan penghapusan pengajaran bahasa Mongolia di sekolah-sekolah di Mongolia pada 1 September 2020/Foto: intellinews.com.

NUSANTARNEWS.CO, Ulan Bator – Mongolia bergolak melawan kebijakan asimilasi Partai Komunis Cina. Dalam sebuah postingan klip video oleh kelompok hak asasi yang berbasis di New York, dikabarkan bahwa Bejing telah memberlakukan jam malam di kota Lubei di Zaruud Banner, di daerah otonomi Mongolia. Pemerintah Komunis Cina tampaknya semakin meningkatkan tekanan terhadap etnis Mongol yang menentang kebijakan pengurangan penggunaan bahasa Mongol dalam pendidikan.

“Lihat ini, sekarang Ibu kota Zaruud Banner berada di bawah jam malam,” kata seorang saksi mata dalam klip video yang diposting ke YouTube oleh Pusat Informasi Hak Asasi Manusia Mongolia Selatan (SMHRIC).

Seperti diketahui, Beijing telah memutuskan bahwa mata pelajaran bahasa dalam pendidikan tingkat satu hingga tujuh adalah bahasa Cina ketimbang bahasa Mongol. Kebijakan ini akan diterapkan mulai tahun ajaran baru pada bulan ini. Bahkan sejumlah mata pelajaran lainnya akan diganti secara bertahap dengan bahasa Cina mulai tahun depan.

Baca Juga:  Apa Arti Penyebaran Rudal Jarak Jauh Rusia Bagi Skandinavia?

Orang-orang Mongol sangat mengkhawatirkan bahwa bahasa mereka akan lenyap seiring dengan kebijakan tersebut. Sehingga terjadi aksi protes yang mengakibatkan para pengunjuk rasa dan orang tua para pelajar yang memboikot kelas telah ditahan oleh apparat keamanan.

Dilansir NHK, melalui saluran telepon melaporkan bahwa banyak orang ditahan atas karena aksi unjuk rasa dan mereka diperlakukan seperti tahanan politik. Menurut sumber tersebut, para guru yang menentang kebijakan baru itu diancam dengan pemecatan atau pemotongan gaji.

Pada 3 September lalu, seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina mengatakan bahasa resmi sebuah negara merupakan simbol kedaulatan nasional, dan warga wajib untuk mempelajari dan menggunakannya.

Diberitakan, sejak awal September dilaporkan para pengunjuk rasa mengusung spanduk di kantor Kementerian Luar Negeri di Ulan Bator, ibu kota Republik Mongolia, menentang rencana Pemerintah Komunis menghapus pengajaran bahasa Mongolia di sekolah-sekolah di Mongolia.

Jam malam diberlakukan di kota Lubei, pusat kota Zaruud Banner, mulai Senin malam, setelah berhari-hari protes massal, kampanye pembangkangan sipil, petisi, dan boikot kelas atas rencana Partai Komunis Cina (PKC) yang berkuasa untuk mengakhiri pendidikan menengah-Mongolia di wilayah tersebut. sekolah, kata SMHRIC.

Baca Juga:  Atas Instruksi Raja Maroko, Badan Asharif Bayt Mal Al-Quds Meluncurkan Operasi Kemanusiaan di Kota Suci Jerusalem selama Ramadhan

Boikot sekolah terus berlanjut di seluruh wilayah, dengan dukungan luas dari etnis Mongolia, termasuk supir taksi dan pengiriman, guru, petugas polisi dan pejabat biro pendidikan, dan Perwakilan Rakyat dari seluruh wilayah, katanya.

Aktivis Mongolia yang berbasis di Jerman Xi Haiming mengatakan bahwa PKC tampaknya ingin memaksakan program asimilasi di wilayah tersebut yang menargetkan bahasa dan budaya etnis Mongolia.

“Konflik ini telah membuktikan kebangkitan besar bagi etnis Mongolia [yang tinggal di Cina], dan mereka bangkit untuk melawan sebagai orang yang bersatu,” katanya. (Agus Setiawan)

Related Posts

1 of 3,050