Inspirasi

Menteri Pendidikan Muhadjir Effendy Perlu Ubah Paradigma Pendidikan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Muhadjir Effendy/Foto nusantaranews (Istimewa)
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Muhadjir Effendy/Foto nusantaranews (Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO – Belum genap satu bulan menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Muhadjir Effendy kerap kali melontarkan wacana kebijakan yang meresahkan masyarakat. Menteri Muhadjir sempat berwacana akan melaksanakan program Full Day School yang menambah beban jam belajar peserta didik,  mengutarakan bahwa hanya “yang miskin saja harus gratis, yang kaya harus bayar,” dan juga mempromosikan “pendidikan keras”  untuk diterapkan di sekolah-sekolah.

Masyarakat Peduli Pendidikan, koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari para pakar dan aktivis pendidikan, menilai bahwa wacana kebijakan yang dilontarkan oleh Menteri Muhadjir Effendy kurang memerhatikan kepentingan terbaik bagi anak, juga berpotensi melanggar hak anak.

Untuk itu, mereka menghimbau Menteri Muhadjir untuk mengubah paradigmanya terkait dengan isu-isu krusial di bidang pendidikan. Berikut himbauan Masyarakat Peduli Pendidikan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan:

Hapus Kebijakan Full-Day School

Masyarakat peduli pendidikan menilai bahwa kebijakan Full-Day School diwacanakan tanpa melalui proses riset kebijakan yang matang dan mendasar untuk membuktikan bahwa kebijakan ini efekti untuk pengembangan karakter dan kecerdasan anak di sekolah. Kami juga menilai bahwa penambahan jam belajar akan memberatkan peserta didik dan juga mengabaikan prinsip bahwa sekolah bukanlah satu-satunya tempat belajar. Peserta didik dapat belajar dari lingkungan sekitarnta dengan bimbingan yang baik dari para orang tua. Kebijakan ini juga akan menambah beban kerja guru yang dapar berpengaruh terhadap kualitas pengajaran.

Lebih lanjut, kami juga menilai bahwa kebijakan ini bias dengan situasi perkotaan dan mengasumsikan bahwa selurub orang tua hanya bekerja sebagai pekerja kantoran. Padahal banyak ortu di berbagai daerah lain di Indonesia yang memiliki profesi beragam dan memiliki kebutuhan berbeda terkait dengan kurikulum dan pendekatan sekolah di dalam mendidik anak mereka sebagai peserta didik.

Pendidikan karakter yang selalu ditekankan Menteri Muhadjir juga tidak tepat bila hanya ditafsirkan linier dengan penambal jam belajar. Terlebih, cetak biru kebijakan penumbuhan budi pekerti telah dicanangkan oleh Menteri Pendidikan Kebudayaan RI sebelumnya melalui peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 23 Tahun 2015 tentang penumbuhan Budi Pekerti.

Hapus Budaya Kekerasan di sekolah

Masyarakat Peduli Pendidikan menghimbau kepada Menteri Muhadjir untuk meralat pernyataannya yang mendukung budaya kekerasan di sekolah. Pernyataan tersebut bertentangan dengan prinsip non kekerasan melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1900 dan juga berbagai peraturan perundang undangan nasional,  seperti Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 dan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Lingkungan Pendidikan.

Terminologi “pendidikan harus keras” yang diutarakan oleh Menteri Muhadjir hendaknya diarahkan kepada pendidikan disiplin positif yang tidak menggunakan pendekatan kekerasan dan justru berpotensi mendorong terjadinya tindak pidana kekerasan terhadap anak.

Akses Pendidikan untuk Semua orang

Kami menilai bahwa pernyataan “yang miskin saja harus gratis, yang kaya harus bayar” merupakan pernyataan diskriminatif yang rentan menciptakan sekat-sekat ekonomi di antara kalangan peserta didik. Menteri Muhadjir perlu memahami bahwa pendidikan merupakan hak dasar yang wajib dapat diakses oleh setiap orang terlepas apapun status sosialnya.  Hal ini merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar 1945. (Restu)

Related Posts

1 of 14