Masyarakat adat sebagai komunitas yang memiliki asal-usul leluhur secara turun temurun yang hidup di wilayah geografis tertentu. Mereka juga memiliki sistem nilai, ideologi ekonomi, politik, budaya dan sosial yang khas. Masyarakat ini masih memegang nilai-nilai tradisi dalam sistem kehidupannya. Namun sayangnya, keberadaan masyarakat adat masih saja temarjinalkan dalam tatanan berkehidupan bernegara. Peran mereka sebagai bagian penting dalam masyarakat Indonesia yang seharusnya dilibatkan dalam proses pembangunan.
Mirisnya, masyakarat desa terkadang menjadi korban dalam proses pembangunan. Contoh kongkrit ialah masalah agraria atau permasalahan pertahanan, serta permasalahan lainnya yang masih terjadi.
Baca juga: Hukum Produk Asing Menjadi Alat Cultural Genocide Terhadap Masyarakat Adat
Pendampingan terhadap masyarakat adat atas keberlangsungan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah sebuah keniscayaan. Pendampingan tidak hanya sekadar memberikan bantuan advokasi bila masyarakat adat mengalami permasalahan hukum. Lebih dari itu, pendampingan terhadap masyarakat adat sejatinya dengan memberikan pengetahuan-pengetahuan (knowledge) yang berguna. Satu di antaranya adalah bagaimana masyarakat adat mendapatkan pengetahuan geopolitik. Dengan pengetahuan geopolitik diharapkan masyarakat adat yang tersebar di seantero nusantara ini memiliki wawasan yang luas dalam memetakan persoalan-persoalan yang dihadapinya kelak.
Seperti diketahui, hingga saat ini upaya pemenuhan kebutuhan dan penyelesaian persoalan masyarakat adat di Indonesia masih merupakan sebuah tantangan besar. Tantangan yang dihadapi adalah antara lain luasnya wilayah negara kita dengan karekteristik yang berbeda, infrastruktur, kondisi sosial-politik lokal, sumber daya alam, serta kebijakan masing-masing daerah sebagai implikasi desentralisasi menyebabkan adanya variasi progres pencapaian di berbagai wilayah. Ditambah pula, walaupun pembangunan kesejahteraan Masyarakat Adat sudah menjadi prioritas pemerintah dalam beberapa tahun belakangan, belum ada penelitian yang menganalisis kompleksitas permasalahan ini secara mendalam.
Baca juga: 2018 Sumenep Jadi Tuan Rumah Festival Keraton Masyarakat Adat Asean
Dalam konteks inilah penelitian ini hadir dan dimaksudkan sebagai sumbangan pemikiran guna masyarakat adat di Indonesia menuju perlindungan sosial yang inklusif dan melengkapi penelitian masyarakat adat yang sudah ada untuk memberikan gambaran yang lebih menyeluruh mengenai masalah yang dihadapi.
“… rata-rata masyarakat di sini nelayan dan ladang. Hasil itu bukan penghasilan tetap, tetapi sampingan, di sini masyarakat tidak ada penghasilan tetap karena pasar jauh. Tanam pisang atau ubi sebatas untuk makan saja. Jadi dia bisa petani dan nelayan juga. Kalau ada ikan dapat dan makan untuk hari itu…” kata Kades Loleo Puncak, Morotai, Maluku Utara.
Bagian ini menggambarkan kemiskinan dan kesenjangan yang dialami oleh masyarakat adat di Indonesia, menggunakan pendekatan multidimensi untuk memperolah gambaran dan jangkauan standar kesejahteraan hidup yang lebih lengkap, serta untuk mengetahui saling keterkaitan antar faktor yang memengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat adat.
Cara seperti ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi proses kebijakan yang lebih optimal, menemu-kenali permasalahan secara lebih komprehensif untuk memenuhi hak-hak dan kebutuhan masyarakat adat. Bagian pertama akan menguraikan kemiskinan yang dialami oleh masyarakat adat menggunakan standar-standar umum yang dipakai untuk menilai tingkat kemiskinan.
Baca juga: Pertahankan Budaya Leluhur, Masyarakat Adat Nusantara Datangi Kemenpar
Bagian kedua akan berbicara mengenai aspek multidimensional atas kemiskinan menggunakan indikator dari aspek perumahan, air bersih dan sanitasi. Sementara itu bagian ketiga berusaha menjelaskan tentang aset-aset non material yang dimiliki oleh masyarakat Adat tetapi sering dilupakan atau tidak dianggap sebagai kekayaan yang dapat dijadikan modal untuk meningkatkan taraf hidup mereka.
Masyarakat adat dan definisinya
Padahal berdasarkan pandangan dasar dari kongres I Masyarakat Adat Nusantara tahun 1999 menyatakan bahwa masyarakat adat adalah komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal-usul secara turun temurun di atas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, serta kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakat.
Secara sederhana dikatakan bahwa masyarakat adat terikat oleh hukum adat, keturunan dan tempat tinggalnya. ILO (dalam
Keraf, 2010:361) mengkategorikan masyarakat adat sebagai suku-suku asli yang mempunyai kondisi sosial budaya dan ekonomi yang berbeda dari kelompok masyarakat lain di sebuah negara, dan yang statusnya sebagian atau seluruhnya diatur oleh adat kebiasaan atau tradisi atau oleh hukum atau aturan mereka sendiri yang khusus.
Suku-suku yang menganggap dirinya atau dianggap oleh orang lain sebagai suku asli karena mereka merupakan keturunan dari penduduk asli yang mendiami negeri tersebut sejak dulu kala sebelum masuknya bangsa penjajah, atau sebelum adanya pengaturan batas-batas wilayah administratif seperti yang berlaku sekarang, dan yang mempertahankan atau berusaha mempertahankan terlepas dari apapun status hukum mereka sebagian atau semua ciri dan lembaga sosial, ekonomi, budaya dan politik yang mereka miliki.
Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 menyebutkan negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dengan Undang-Undang.
Kesejahteraan masyarakat adat sudah menjadi perhatian serius dalam pembangunan di Indonesia tercermin dari fakta bahwa mereka sudah menjadi prioritas pembangunan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Pemerintah Indonesia memiliki basis hukum yang kuat untuk merealisasikan perlindungan sosial terhadap Masyarakat Adat. Hal ini mengafirmasi bahwa kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya diakui dan dihormati oleh negara. Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 yang dikutip di atas menjamin semua masyarakat adat di Indonesia.
Baca juga: Ketua MPR: Masyarakat Adat Harus Dapat Perhatian Khusus
Sementara itu, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 28 ayat (3) UUD 1945, identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. Pernyataan-pernyataan tersebut merupakan ketetapan resmi yang
memperlihatkan bahwa tidak satupun kelompok Masyarakat Adat yang dilupakan atau boleh tertinggal dalam proses pembangunan.
Berkenaan dengan hal tersebut, Indonesia terikat pada komitmen internasional tentang pengakuan hak-hak Masyarakat Adat. Pada 13 September 2007 Pemerintah Indonesia ikut menandatangani deklarasi United Nation Declaration on The Rights of Indigenous Peoples (UNDRIP) yang mengamanatkan bahwa masyarakat adat memiliki hak yang sama terkait penghidupan, pendidikan, mempertahankan identitas, dan bebas dari segala bentuk diskriminasi.
Terpenuhinya kebutuhan dasar, aksesibilitas dan pelayanan sosial dasar bagi warga masyarakat adat adalah beberapa prioritas dalam RPJMN 2014-2019. Peningkatan kesejahteraan masyarakat adat juga sesuai dengan arah kebijakan percepatan pembangunan daerah tertinggal. Fokus percepatan pembangunan daerah tertinggal ini berupa pengembangan perekonomian lokal melalui peningkatan kapasitas, produktivitas, dan industrialisasi berbasis komoditas unggulan lokal. Program ini didukung oleh sarana–prasarana yang disesuaikan dengan karakteristik ketertinggalan suatu daerah secara berkesinambungan.
(eda/Artikel ini Term of Reference Focus Group Discussion DPP Aksi Bela Negara RI dan Global Future Institute)
Editor: Eriec Dieda