Oleh: M.D. La Ode*
Bela Negara adalah sikap tiap warga negara terhadap semua bentuk ancanan terhadap negaranya. Dalam filsafat politik, negara itu adalah ide abstrak. Jadi tak bisa “dipegang”. Ide negara bisa kongkrit melalui pendekatan ilmu politik hingga bisa dilihat dan bisa dipegang. Untuk kongkritnya negara dikenali dari beberapa unsur. Pertam, rakyat (pribumi); kedua, pemerintah (an), ketiga, wilayah/territory, dan keempat pengakuan internasional.
Unsur 1, 2, dan 3 adalah unsur primer dan unsur keempat adalah unsur sekunder. NKRI sejak 17 Agustus 1945 telah memenuhi keempat unsur negara yang bersifat universal itu. Tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila disahkan oleh PPKI menjadi dasar negara yang menjadi dasar kita menyebutnya Negara Pancasila bukan Negara Islam dan bukan pula Negara Komunis.
Meskipun NKRI pernah dipaksa menjadi Negara Islam pada tahun 1943 dan Negara Komunis pada tahun 1948 dan 1965. Namun para founding fathers tetap kokoh dengan NKRI hingga saat ini dan ke depan untuk waktu yang tak terhingga. Itulah yang menjadi objektif Bela Negara yang dieemban oleh FBN RI (Forum Bela Negara Republik Indonesia), sebagaimana yang menjadi tupoksi Kementerian Pertahanan RI tempat FBN RI bernaung dan mendapatkan kendali konstruktif.
Identitas Radikalistis
Tiap-tiap warga negara pribumi, warga negara asal bangsa lainnya (amanat UUD 1945) antara lainnya Eropa, Amerika, Jerman, Inggris, Australia, Cina (Etnis Cina Indonesia: ECI) dan lain seterusnya yang berniat mengganggu ideologi Negara Pancasila, dasar konstitusi UUD 1945 disebut radikalisme. Sedangkan warga negara itu yang melakukan gangguan terhadap Pancasila dan UUD 1945 disebut radikalistis.
Contoh ECI mensponsori pelarangan penggunaan istilah pribumi dan non pribumi melalui Inpres Nomor 26/1999, amandemen UUD 1945 pasal 6 ayat (1) menghapus kata presiden ialah orang Indonesia asli menjadi Presiden ialah warga negara. Pancasila dirubah dengan Komunisme melalui operasi intelijen Mao Tse Tung yang mengendalikan DN Aidit dan Siauw Giok Tjhan ketua BAPPERKI. Isu intoleran, demokrasi, penghapusan BKMC-BAKIN; penghapusan LP2KB-BIN, Lieus Sungkarisma mendirikan Partai Tionghoa Indonesia; Veronika Koman provokator untuk kepentingan OPM pada kerusuhan Wamena.
Selain itu, contoh lainnya adalah kekayaan 1 orang ECI menguasai untuk 50 juta Pribumi; ECI dan Cina Komunis melanjudkan niatnya untuk menganeksasi NKRI dari kuasa pribumi melalui saluran demokrasi; Cina komunis membujuk pemerintah dengan investasi infrastruktur padalah untuk tujuan aneksasi itu. ECI menjadi pengurus parpol, menjadi anggota legislatif, dan menjadi kepala daerah dan lain seterusnya semuanya bukti radikalistis ECI dan Cina Momunis terhadap NKRI. Ini mereka targetkan 2×5 tahun mulai 2019-2029.
Ruang Politik Ruang Kualitatif
Ruang politik sangat bertolak belakang dengan ruang hukum, ruang matematika, dan ruang statistik yang disiplin dengan ordinal numbers. Contohnya, ruang hukum satu orang pelaku pelanggaran tetap satu orang yang dituntut hukum; ruang statistik juga mencatat pelanggar itu juga satu; ruang matematika satu tambah satu keluar satu sama dengan tiga. Jadi ruang hukum, statistik, matematika untuk kasus itu tidak bisa digeneralisasi.
Bedakanlah dengan ruang politik yang beŕsifat kualitatif yang beciri kolektif dan kelompok. Tiap tiap kategori terdapat satu orang pemimpinnya. Keberhasilan pemimpin buat keberhasilan semua anggota kelompoknya. Begitu pula dengan maju mundurnya Indonesia ditentukan Presiden RI. Kegagalan pemimpin RI adalah penderitaan seluruh Pribumi Indonesia.
Misalnya Indonesia berperang dengan Cina Komunis antara Jokowi dengan Xi Jinping Cina Komunis. Kekalahan Jokowi dari Xi Jinping adalah penderitaan semua pribumi Indonesia. Jadi akibatnya selalu generalis. Begitu juga sebaliknya. Persis juga peristiwa tahun 1965 ketika Jenderal TNI (Purn) Soeharto berhasil menumpas G30/S/PKI/1965 secara generalis ECI dan PKI ditumpas. Padahal pelaku kudeta bukan semuanya. Tetapi DN Aidit dan Siauw Giok Thjan menggunakan Letkol Untung dari pasukan elite Cakra Birawa.
Fenomena serupa itu sekarang kembali muncul. Namun belum disadari semua pihak karena masih ada yang melakukan kolaborasi dengan ECI dan Cina Komunis. Indikator yang ditemukan melalui data primer penelitian bahwa ECI dan Cina Komunis “memaksakan” misinya melalui pengerahan aparatus negara. Mereka menuduh para penentangnya sebagai radikalisme, intoleran, rasis, diskriminatif, anti kemanusiaan, tidak pernah mohon kepada Tuhan untuk menjadi ECI dan sejumlah logical fallacy lainnya.
Objek Bela Negara
Semua fakta dan fenomena sosial di atas adalah objek formal Bela Negara yang masuk dalam ruang Politik Negara. Harapan nomor satu untuk menangkal semua bentuk ancaman terhadap NKRI itu adalah Kemhan, TNI, Intelijen, dan Polri.
Dewasa ini, sangat banyak oknum dari aparatus Kamnas TNI, Intelijen dan Polri yang terpapar radikalistis ECI dan Cina Komunis. Polisi adalah alat ECI dan Cina Komunis yang terparah dalam 5 tahun terakhir. Polri agar segera disadarkan seluruhnya.
*Oleh: M.D. La Ode, Penulis adalah Ahli Politik Etnisitas, Dosen Universitas Paramadina Jakarta.
Catatan Redaksi: Isi artikel ini menjadi tanggung jawab penulis seperti tertera dan tidak mewakili redaksi NUSANTARANEWS.CO