OpiniTerbaru

Mengaktifkan Tombol Crysis Mode

Mengaktifkan Tombol Crysis Mode
Mengaktifkan Tombol Crysis Mode/Foto: National Interest
Dunia yang tengah berusaha memulihkan diri akibat dilanda bencana virus corona ternyata mendapati berbagai persoalan yang lebih kompleks dan mendalam.
Oleh: Hartsa Mashirul

 

Mengaktifkan Tombol Crysis Mode. Perang Ekonomi antar negara besar Amerika Serikat (AS) dan Republik Rakyat Cina yang dimulai dimasa era presiden Amerika Donald Trump nampaknya belum bisa dikatakan telah berakhir meski sudah memasuki era presiden Joe Biden. Tidak sedikit orang menduga-duga pasca pergantian Trump ke Biden akan mendinginkan suasana ketegangan antara AS dan Cina. Biden yang berasal dari partai Demokrat seperti diluar kebiasaan partainya yang selama ini lebih lunak dalam berdiplomasi dengan berbagai negara dunia, kali ini tidak demikian.

Di era Biden, Amerika justru bertindak semakin tegas dalam berdiplomasi dengan negara-negara yang dianggapnya mengancam kepentingan AS. Kebijakan perang ekonomi Trump terhadap Cina yang tetap on the track dalam pemerintahan Biden. Tidak hanya bidang ekonomi, bidang militer pun menjadi salah satu fokus yang terus dijalankan dalam menghadapi berbagai hal yang dianggap ancaman bagi AS. Bahkan Joe Biden semakin memperluas ketegasannya dalam kebijakan keluar negaranya, yaitu kebijakan Demokrat dalam hal hak azasi manusia dan demokrasi seperti sebelum-sebelumnya. Pengerahan kekuatan militer Amerika terus diperkuat hingga memanasnya konflik geopolitik di Pasifik dan Atlantik Utara. Tak hanya itu, di Timur Tengah juga mengalami eskalasi peningkatan ketegangan kawasan tersebut. Dalam hal ini, penulis melihat persiapan yang dilakukan AS merupakan sebuah persiapan yang jauh hari dimulai pada era Donald Trump terhadap situasi geopolitik dan geoekonomi di Pasifik serta di Timur Tengah. Kedua kawasan ini saling berhubungan erat terutama terkait posisi geoekonominya. Walhasil dalam menopang kekuatan geoekonomi, penguatan militer (pertahanan) ini dilanjutkan oleh Joe Biden dengan menandatangani anggaran sebesar USD 768 milyar atau hampir 11.000 triliun rupiah.

Alarm Dinyalakan

Di bagian barat belahan bumi, kawasan Atlantik Utara terjadi peningkatan ketegangan ditandai berbagai peristiwa. Diantaranya terjadinya tabrakan antara kapal perang Inggris dengan kapal selam Rusia pada akhir tahun 2020 lalu meski baru dikonfirmasikan oleh Kementrian Pertahanan Inggris awal Januari 2022. Pada Januari 2022 juga, Rusia mengirim pasukan ke Kazakhstan dalam misi damai meredakan kerusuhan aksi demonstrasi awal Januari 2022. Negara bekas pecahan Uni Soviet ini merupakan negara penghasil minyak dan uranium. Dan pasca demonstrasi yang berujung pada kerusuhan tersebut mengakibatkan kenaikan harga minyak dan uranium. Selain itu, Rusia pada pertengahan januari 2022 ini juga mengirim pasukan ke perbatasan Ukraina dan Belarusia guna latihan gabungan dengan Belarusia untuk merespon atas meningkatnya kehadiran NATO di negara bekas Uni Soviet tersebut. Sedangkan NATO menuding Rusia tengah mempersiapkan dirinya utk melakukan agresi militer ke Ukraina. Akhirnya banyak negara mulai menunjukkan taring kekuatannya. Inggris telah mengirimkan bantuan senjata dan tentara ke Ukraina, yang kemudian disusul negara anggota NATO lain seperti Kanada dengan pasukan khususnya.

Di luar kawasan Atlantik Utara, kawasan yang memanas diantaranya adalah Timur Tengah dan Asia Tengah. India tentaranya sempat mengalami bentrokan dengan tentara Cina pada kurun waktu September 2020 hingga awal tahun 2021 lalu. Meski kemudian mereda, namun hal ini menjadi catatan tersendiri dalam memanasnya geopolitik yang terjadi dikawasan tersebut. Sedangkan konflik kawasan Timur Tengah eskalasi peningkatan konflik terus menajam saat terbunuhnya jendral negara Iran Qasem Soleimani. Jendral yang termasuk berpengaruh di Iran ini tewas oleh drone milik Diluar kawasan di Baghdad Irak.

Pada tahun 2015, koalisi militer Arab Saudi mulai melakukan serangan terhadap pasukan Houthi di Yaman akibat penggulingan oleh kelompok Houthi kepada pemerintahan Yaman yang didukung Saudi dan negara-negara Arab lainnya. Arab dan negara-negara koalisinya menuding kelompok Houthi didukung oleh Iran. Baru-baru ini tanggal 17 Januari 2022, Arab Saudi dengan koalisinya menggempur pasukan Houthi di Yaman Utara yang menewaskan seorang jendral pimpinan akademi penerbangan bersama keluarganya. Atas peristiwa tersebut, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Azasi Manusia (OHCHR) Michelle Bachelet menyerukan untuk menghentikan eskalasi di Yaman. Memanasnya konflik di Timur Tengah ini terus meningkat di berbagai kawasan tersebut. Tak ketinggalan termasuk tindakan militer Israel terhadap warga Palestina di masjid Al Aqsa selama beberapa hari hingga melukai 200an warga Palestina bulan Mei 2021 lalu.

Baca Juga:  Pengangguran Terbuka di Sumenep Merosot, Kepemimpinan Bupati Fauzi Wongsojudo Berbuah Sukses

Selain kawasan Atlantik Utara dan Timur Tengah, satu kawasan yang menjadi pemicu naiknya eskalasi ketegangan perang dunia adalah konflik yang dipicu atas klaim sepihak Cina dikawasan Pasifik. Cina mengklaim bahwa perairan Indo Pasifik yang disebut Laut Cina Selatan sebagai bagian dari wilayahnya. Klaim sepihak yang terkenal dengan istilah Nine Dash Line ini selain berbenturan dengan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982), Cina juga tidak perduli dengan putusan Mahkamah Arbitrase Internasional Den Haag pada tahun 2016 lalu. Keinginan China menguasai kawasan Indo Pasifik dikarenakan perputaran perdagangan kawasan perairan Indo Pasifik mencapai 5,3 triliun per tahun dan potensi alam dan kekayaan lautnya yang melimpah. Klaim sepihak Republik Rakyat Cina dengan nine dash line-nya menyeret banyak negara di kawasan tersebut diantaranya Filipina, Vietnam, Malaysia, Indonesia, Brunei Darusalam, Jepang hingga Taiwan. Berbagai kapal perang hingga kapal induk berbagai negara telah berlayar ke perairan Indo-Pasifik sejak ketegangan di perairan tersebut terus meningkat tahun 2020 lalu. Mulai dari Amerika Serikat, Australia, Inggirs, Jerman, Rusia, Perancis, dan tak ketinggalan Jepang hingga Cina terus berseliweran memamerkan diri. Pamer kekuatan ini dapat dikatakan setiap negara tersebut sedang melakukan _psywar_ sekaligus persiapan diri untuk yang terburuk bila harus berperang di perairan Indo-Pasifik.

Berbagai peristiwa tersebut menunjukkan kekuatan koalisi Rusia-Cina-Iran bersama sekutunya dikawasan Timur Tengah dan Atlantik bersitegang dengan koalisi NATO. Sedangkan kawasan Indo-Pasifik, Cina dan koalisinya utamanya kawasan Timur dengan Korea Utara dan Rusia berhadapan dengan koalisi besar AS. Dari ketiga kawasan tersebut, masing-masing koalisi saling unjuk kekuatan dengan berpatroli secara bergantian. Era Donald Trump, AS dan koalisi besarnya telah beberapa kali melakukan manuver geopolitik disekitar kawasan Teluk Persia yang berimbas pada geoekonomi diseluruh dunia.

Virus Corona dan Pandemi

Virus corona yang memicu kontroversi asal muasalnya harus berakhir dengan kontroversi mandatory atau pemaksaan vaksin diseluruh dunia. Perlawanan rakyat terhadap kebijakan yang memaksakan vaksin pada setiap orang disebabkan oleh terjadinya kematian yang terus terjadi pasca diberikan vaksin. Anak usia diatas 6 tahun hingga remaja, dewasa sampai manula seringkali terjadi komplikasi yakni sakit berkepanjangan hingga kematian pada orang yang telah divaksin. Total jumlah terinfeksi virus corona per tanggal 22 Januari 2022 di dunia mencapai 346,464,304 jiwa dan meninggal sebanyak 5,585,224 jiwa. Persentase kematian yang diakibatkan dari virus corona per 22 Januari 2022 adalah 0, 0161% yang didominasi oleh Uni Eropa kemudian diikuti Amerika Serikat dan India sebanyak 939.670 jiwa, 864.556 jiwa, dan 488.884 jiwa (wikipedia, 22 Januari 2022). Sampai saat ini belum diketahui jumlah cacat berkepanjangan dan kematian terhadap orang yang telah divaksinasi.

Aksi protes yang dijalanan oleh rakyat masing-masing negara hingga saat ini terus bergulir diberbagai wilayah Eropa, Amerika, Australia dan negara-negara di Asia. Mereka menolak kebijakan pemerintah atas pemaksaan terhadap vaksin, pemakaian masker dan pengetatan perjalanan yang diterapkan setiap negara sebagai protokol kesehatan. Aksi rakyat yang tidak sedikit berujung pada bentrok adalah sebuah fenomena baru yang hampir serentak diberbagai negara yang dapat diistilahkan sebagai konflik horozontal dunia dapat mengarah pada ketidak-percayaan terhadap otoritas organisasi kesehatan dunia maupun perusahaan-perusahaan farmasi dunia. Rakyat dunia yang sedang mengalami keterpurukan kesehatan dan ekonomi mencurigai asal muasal munculnya virus corona pertama kali yang telah meluluhlantakkan kondisi ekonomi politik dunia.

Asia Tenggara dan Perairan Indo Pasifik

Seperti pernah penulis sampaikan pada bulan Januari 2020 lalu, “Tata Dunia Baru: Dunia Bergejolak, Indonesia Bergolak” mengingatkan kita pada sejarah Hukum Laut Internasional.

Pertemuan Konferensi Majelis Umum PBB resolusi 1105 (XI) dari 21 Februari 1957, sebuah konferensi bermula dari Konferensi Den Haag untuk Kodifikasi Hukum Internasional pada tahun 1930 di bawah naungan Liga Bangsa-Bangsa yang membahas mengenai perairan. Tanggal 29 April 1958 Konferensi PBB di Jenewa tentang Hukum Laut dibuka untuk ditandatanginya empat konvensi dan protokol opsional. Atas dasar Pertemuan Konferensi Majelis Umum PBB 21 Februari 1957 yang dapat membahayakan posisi wilayah Indonesia, sehingga tanggal 13 Desember 1957 Indonesia menyampaikan Deklarasi Djuanda yang menyatakan bahwa Indonesia adalah satu negara kepulauan yang perairannya diantara pulau-pulau adalah wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Baca Juga:  Kondisi Jalan Penghubung Tiga Kecamatan Rusak di Sumenep, Perhatian Pemerintah Diperlukan

Pada tanggal 10 Desember 1982 pada akhirnya ditandatangani perjanjian internasional yang dihasilkan daripada konferensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Hukum Laut yang ketiga (UNCLOS III). Konferensi ini mulai berlangsung pada tahun 1973. Perjuangan Indonesia melalui Deklarasi Djuanda sejak 1957 akhirnya mendapatkan pengakuan dan pengukuhan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. UNCLOS yang mulai diberlakukan sejak 1994, saat ini telah diratifikasi oleh 60 negara dan lebih dari 158 negara dunia telah bergabung dalam konvensi ini.

Kondisi negara-negara di kawasan ASEAN sebenarnya juga masih terjadi beberapa persoalan berkaitan dengan perairan lautnya. Baik Vietnam, Philipina, Malaysia, Singapura dan Indonesia masih sering terjadi perselisihan batas wilayah perbatasannya. Indonesia pernah menelan pil pahit dalam kekalahannya terhadap konflik sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan yang mengakibatkan pulau tersebut harus lepas dari wilayah Indonesia. Sesuai dengan hasil persidangan Mahkamah Internasional di Den Haag Belanda pada 17 Desember 2002, Sipadan dan Ligitan harus lepas dari kedaulatan Indonesia dengan kekalahan telak hakim 16:1. Selain sengketa Sipadan dan Ligitan, sengketa pulau Ambalat juga masih pasang surut dengan Malaysia, ditambah baru-baru ini disekitar Kepulauan Riau, yakni pulau Karang Singa juga sempat hendak di klaim oleh Malaysia. Dengan banyaknya pulau di Indonesia yang menjadikannya negara kepulauan terbesar dunia, sangat rentan berselisih dengan negara-negara tetangga yang dapat mengakibatkan potensi lepas dari pangkuan ibu pertiwi bila kita mengalami lengah dan tidak waspada dengan mempersiapkan segala hal yang mengikat dalam pangkuan ibu pertiwi.

Posisi Strategis

Indonesia sebagai negara terbesar di kawasan Asia Tenggara menjadi kunci pergolakan yang terjadi di perairan Pasifik. Pasalnya, Indonesia merupakan negara besar yang tepat berada dalam posisi silang antara dua benua dan dua samudra, yakni Benua Asia – Australia dan Samudra Indonesia – Samudra Pasifik. Di Samudra Pasifik, Indonesia bersama negara-negara Asia Tenggara masuk dalam arus konflik perairan Indo-Pasifik berhadapan dengan klaim sepihak Nine Dash Line oleh Republik Rakyat China.

Sesuai dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Indonesia adalah negara merdeka yang berdaulat yang ikut serta dalam mewujudkan dan menjunjung tinggi perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Sehingga politik luar negeri Indonesia, adalah bebas aktif untuk mewujudkan cita-cita Indonesia Merdeka dalam penghapusan segala bentuk penjajahan diatas dunia.

Dalam memaknai politik bebas aktif ini, menjadikan Indonesia harus selalu aja dumeh, eling lan waspada pada berbagai situasi, baik dalam sengketa dengan negara tetangga, konflik di perairan Indo Pasifik maupun situasi dalam negeri sendiri. Dalam menjunjung tinggi perdamaian dunia, bukan berarti menjadikan Indonesia dapat disetir dan tunduk oleh kepentingan-kepentingan tertentu maupun kepentingan sesaat sehingga memposisikan Indonesia menjadi negara inferior di bawah negara lain. Indonesia harus mampu memposisikan diri sebagai negara berdaulat yang bermartabat sejajar diantara negara-negara di dunia. Negara tetangga dan sahabat tidak boleh semena-mena dan se-enakudelnya mengklaim wilayah kedaulatan Indonesia sebagai bagian dari wilayahnya. Hal tersebut juga berlaku pada seluruh wilayah kedaulatan perairan Indonesia. Dengan berpegang teguh pada mewujudkan perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, seluruh rakyat Indonesia wajib bergerak bersama-sama menjaga dan mempertahankan kedaulatan NKRI meski harus berperang menghadapi tindakan pencaplokan ataupun klaim sepihak oleh negara lain.

Cina dengan mengklaim nine dash line-nya adalah sebuah ancaman nyata terjadinya pencaplokan kedaulatan wilayah perairan laut Indonesia. Kami sebagai rakyat Indonesia menegaskan bahwa China harus mengklarifikasi dan meminta maaf serta menghormati kesepakatan bersama dalam Konvensi Hukum Laut Internasional UNCLOS 1982 terhadap klaim sepihaknya atas nine dash line. Sehingga mereka harus mengakui dan menghormati setiap batas wilayah negara berdasarkan Konvensi Hukum Laut Internasional. Jika pemerintah China tidak dapat menghormati Konvensi Hukum Laut Internasional tersebut seperti yang pernah terjadi pada putusan Mahkamah Arbitrase Internasional atas gugatan yang dimenangkan negara Filipina pada 12 Juli 2016 lalu, maka hal tersebut adalah mencederai seluruh rakyat Indonesia dan dunia sehingga mengancam perdamaian dunia.

Baca Juga:  Tim SAR Temukan Titik Bangkai Pesawat Smart Aviation Yang Hilang Kontak di Nunukan

Kami sampaikan sebagai warga sipil dan rakyat Indonesia yang tergabung dalam bagian warga dunia yang turut aktif mengkampanyekan inisiatif warga dunia di United Nations World Citizens’ Initiative (UNWCI) Campaign Indonesia dengan menuntut kepada Perserikatan Bangsa Bangsa (United  Nations) untuk menjadi badan tetap di PBB merasa tercoreng dengan tindakan China bila tidak mengakui UNCLOS 1982 sebagai kesepakatan kita bersama dalam Perserikatan Bangsa Bangsa. Hal ini kami sampaikan sebagai bagian hak partisipasi warga dunia untuk dapat bersuara dalam menjaga perdamaian dunia dan ikut dalam mewujudkan berbagai keputusan-keputusan universal dan mendasar yang berkaitan dengan nasib kelangsungan hidup manusia di planet bumi, kemerdekaan, keadilan sosial yang merata, kelestarian bumi alam dan seisinya. Inisiatif warga sipil dunia adalah rakyat sebagai pemilik sah sebuah negara dan warga sipil dunia yang juga sebagai rakyat dunia yang menjadi bagian (pemilik) PBB memiliki hak dan kewajiban bersuara guna terciptanya suatu perdamaian dunia yang abadi, yang berperikemanusian dan berperikeadilan sosial.

Dalam mempertahankan kedaulatan negara, kami sebagai rakyat Negara Kesatuan Republik Indonesia bergerak bersama dan mendesak pemerintah untuk tegas, terhormat dan bermartabat untuk mewujudkan perdamaian dunia yang abadi yang berkeadilan sosial dalam menyelesaikan konflik perairan Indonesia dan perairan Indo Pasifik dengan menegakkan prinsip-prinsip Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Hukum Laut Internasional UNCLOS 1982. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang merdeka dan berdaulat dalam menentukan nasibnya sendiri diseluruh wilayahnya. Indonesia juga bagian bangsa-bangsa dunia yang bercita-cita mewujudkan perdamaian dunia dengan berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, berperikemanusiaan dan berkeadilan sosial.

Bila ada satu negara hendak mencaplok/mengklaim secara sepihak dari bagian wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka kami dengan tegas menyampaikan kembali tuntutan yang kami nyatakan sebagai Tiga Komando Rakyat atau Trikora, yakni:

Pertama, mendesak Presiden sebagai panglima tertinggi untuk mendeklarasikan perang kepada setiap musuh yang mau mencaplok wilayah kedaulatan RI.

Kedua, mendesak Menteri Pertahanan untuk melindungi wilayah kedaulatan RI.

Ketiga, meminta jajaran TNI-Polri untuk melaksanakan amanat Konstitusi UUD 1945 tentang Pertahanan Rakyat Semesta.

Begitu rumit dan sulitnya untuk menghindarkan dari pecahnya konflik kawasan Indo Pasifik, kawasan Atlantik maupun kawasan Timur Tengah yang menjadikannya perang dunia ketiga, kesiap-siagaan Indonesia harus terus diperkuat. Pasalnya selain kita menghadapi potensi perang dunia ketiga yang semakin dekat, kita juga tengah menghadapi berbagai  potensi konflik nasional dan krisis ekonomi yang secara bersama-sama hendak keluar atau pecah dari kandungan akibat perilaku elit dan taipan (kongkalikong/virus coroni) yang hanya menjadikan rakyat sebagai komoditi atau hanya sebagai simbol-simbol yang seolah pro rakyat. Berbagai kebijakan yang diputuskan justru melukai dan menyengsarakan rakyat dengan berbagai argumen semu melalui sekelompok buzzer (bayaran/honoris) yang mengakibatkan adu domba dikalangan rakyat.

Jangan sampai mengadu domba antar anak bangsa dijadikan alat neokolonialisme dan antek-anteknya untuk mencapai berbagai kepentingan dan ambisinya seperti di era kolonialisme sebelum Indonesia merdeka. Kita harus sadar, bangkit dan bersiap menghadapi situasi nasional dan internasional yang telah menjepit dan mengkotak-kotakkan rakyat Indonesia yang daripada hal tersebut akan mengakibatkan konflik horizontal yang mengarah pada konflik vertikal. Kuatnya potensi perpecahan ini dapat mengakibatkan daerah bagian NKRI berusaha melakukan pemisahan diri dari wilayah NKRI yang kita cintai.

Kami menyerukan kepada seluruh Rakyat Indonesia agar tidak mudah diadu-domba oleh agenda kepentingan tertentu baik asing maupun keompok tertentu, baik secara langsung maupun melalui antek-anteknya yang tidak menginginkan Indonesia menjadi negara kuat, adil, makmur dan sejahtera menjadi mercusuar dunia. Pengalaman panjang sejarah kerajaan-kerajaan nusantara tak jarang terjadi pecah belah oleh penjajah agar dapat melanggengkan kekuasaan atas penjajahannya, dan kita semua tidak ingin pengalaman pahit itu terulang kembali dengan berbagai bentuk, model, cara neoklonialisme, yang akan memporak-porandakan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia hingga pecahnya kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Belajar dari pengalaman era kolonialisme agar kita dapat mawas diri untuk berbuat, bertindak, bersatu dan bergerak bersama demi menjaga keutuhan dan kejayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.[]

Penulis: Hartsa Mashirul Dir. Indonesian Club (Founder UN World Citizens’ Initiative Campaign Indonesia)

Related Posts

1 of 3,049