Lintas NusaTraveling

Mengakrabi Suku Baduy Dalam Atas Nama Cinta Tradisi

Mengakrabi Suku Baduy dalam atas nama cinta tradisi.
Mengakrabi Suku Baduy dalam atas nama cinta tradisi. Kampung Suku Baduy Dalam/Foto: Ist.

NUSANTARANES.CO – Mengakrabi Suku Baduy dalam atas nama cinta tradisi. Penyair Burung Merak atau Dramawan besar W.S. Rendra di tahun 80-an menulis perihal tradisi masyarakat yang tersebar di Indonesia. Rendra menulisnya dengan judul ‘Mempertimbangkan Tradisi’ sebagai judul dari salah satu catatan kebudayaannya. Bahkan tulisan ‘Mempertimbangkan Tradisi’ dijadikan sebagai judul buku kumpulan catatan kebudayaannya.

Tradisi penting untuk dipertimbangkan dengan kesadaran dan penghayatan. Tradisi tiang tegaknya keberlangsungan kehidupan suatu masyarakat. Dengan tradisi kehidupan masyarakat akan menjadi lebih dinamis menuju masa depan. Tradisi juga merupakan penjaga kemaslahatan masyarakat. Apabila tradisi tergusur oleh kehadiran tradisi luar, maka disitu kelanggengan hidup masyarakat akan goyah. Bersama dengan hilangnya tradisi, sistem adat dan kemandirian masyarakat pun melemah digerus zaman yang berlari cepat.

Nusantara mulanya memiliki ribuan tradisi yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Namun zaman telah melenyapkannya. Kini tinggal beberapa yang masih kuat bertahan. Salah satunya adalah tradisi yang dipertahankan oleh Suku Baduy Dalam di Banten. Suku yang satu ini memang sudah menjadi dua bagian yaitu Suku Baduy dalam dan luar. Namun, hingga saat ini, kedua suku tersebut masih memegang teguh nilai kepercayaan dan adat-istiadat dari para leluhurnya tanpa terpengaruh oleh budaya luar.

Baca Juga:  Turun Gunung Ke Jatim, Ganjar Bakar Semangat Bongkar Kecurangan Pemilu

Suku Baduy Dalam dan Luar hanyalah nama sebab pada prinsipnya masyarakat di dalamnya tetap menganggap sebagai satu suku yaitu suku Baduy. Masyarakat etnis Sunda ini hidup bersama bersinergi dengan alam di wilayah Banten, tepatnya di pegunugan Kendeng, desa Kanekes, Kabupaten Lebak. Adapun perbedaanya adalah dalam menjalankan pikukuh atau aturan adat saat pelaksanaannya. Jika Baduy Dalam masih memegang teguh adat dan menjalankan aturan adat dengan baik, sebaliknya tidak dengan saudaranya Baduy Luar.

Dilihat dari jumlah penduduknya, masyarakat baduy luar atau urang penamping memiliki kelompok besar berjumlah ribuan orang yang menempati puluhan kampung di bagian utara Kanekes seperti daerah kaduketuk, cikaju, gajeboh, kadukolot, Cisagu, dsb. Sementara di bagian selatan yang terletak di pedalaman hutan ditempati masyarakat Baduy dalam atau urang Dangka yang hanya berpenduduk ratusan jiwa serta tersebar di tiga daerah, yaitu kampong Cibeo, Cikeusik, dan Cikartawana.

Mengenal Suku Baduy Dalam dan Luar dapat tercirikan dari perbedaan yang cukup kentara, terutama mengenai pantangan yang ditaati masyarakatnya. Dilihat dari penampilan, masyarakat Baduy luar menggunakan pakaian serba hitam atau biru donker untuk menyatakan bahwa mereka tidak lagi suci. Sementara masyarakat Baduy dalam relatif menggunakan pakaian yang didominasi warna putih, meski kadang ditambahkan ikat kepala hitam.

Baca Juga:  Wabub Nunukan Resmikan Resort D'Putri Pulau Sebatik

Walaupun berbeda, nilai luhur dalam adat suku Baduy masih dipegang kuat dan terus diwariskan turun-temurun oleh seluruh masyarakatnya. Hal tersebut telah ditanam sedari kecil melalui tradisi ngolak, yaitu pendidikan orangtua terhadap anaknya untuk mengajarkan hidup yang apa adanya, kesederhanaan, kekeluargaan lewat jiwa gotong royong, juga bermacam kebisaan seperti berladang atau menenun.

Hingga saat ini masyarakat Baduy tidak mempergunakan transportasi apapun dan hanya berjalan kaki untuk berpergian, mereka juga memilih tidak menggunakan alas kaki, tidak bepergian lebih dari 7 hari ke luar Baduy, membangun segala kebutuhan seperti rumah, jembatan, dsb, dengan bantuan alam, memanfaatkan alam, dan untuk alam, serta memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papannya sendiri dengan menenun atau bercocok tanam.

Oleh karena itu, mengenal Suku Baduy Dalam dan Luar bukan hanya sekadar memberi wawasan penting mengenai budaya murni yang masih hidup di nusantara, tapi juga mengajarkan makna kehidupan soal keselarasan hidup melalui nilai budaya yang diterapkan oleh masyarakatnya. (Ris/Alya)

Related Posts

1 of 3,051