Mendes PDTT Genjot Akselerasi Prukades di Sumba Timur

Mendes PDTT, Eko Putro Sandjojo saat berkunjung ke perkebunan tebu di kawasan transmigrasi Melolo, Waingapu, Sumba Timur, Jumat (19/1/2017). Foto: Dok. Humas Kemendes PDTT

Mendes PDTT, Eko Putro Sandjojo saat berkunjung ke perkebunan tebu di kawasan transmigrasi Melolo, Waingapu, Sumba Timur, Jumat (19/1/2017). Foto: Dok. Humas Kemendes PDTT

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigasi (Kemendes PDTT) genjot program Prukades di kawasan transmigrasi di Melolo, Waingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Hal itu dilakukan guna meningkatlan akselerasi program unggulan kawasan perdesaan (Prukades) di berbagai kawasan perdesaan di Indonesia.

Potensi lokal yang telah berkembang di sana berupa tebu, sisal agave, dan tanaman jarak (castor). Potensi ini rencananya akan dijadikan prukades yang dikembangkan secara terpadu dengan kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat desa.

“Prukades di kawasan transmigrasi ini memang harus digarap secara terpadu dengan kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat,” ujar Mendes PDTT, Eko Putro Sandjojo saat berkunjung ke perkebunan tebu di kawasan transmigrasi Melolo, Waingapu, Sumba Timur, Jumat (19/1/2017).

Menteri Eko menjelaskan koloborasi antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat di berbagai daerah merupakan syarat utama keberhasilan pengembangan prukades. Nantinya pemerintah berperan sebagai regulator, masyarakat yang menanam, dan dunia usaha sebagai penyerap hasil panen.

Selain sebagai penyerap hasil panen, peran dunia usaha juga didorong untuk menyediakan teknologi pengolahan pascapanen. Dengan demikian hasil panen masyarakat mempunyai nilai tambah yang meningkatkan harga jual. “Kolaborasi penting dilakukan. Dunia usaha yang menjadi offtakernya, masyarakat yang menanam dan menyediakan lahan dan pemerintah sebagai regulatornya,” ujarnya.

Eko menekankan penggunaan teknologi dalam mengembangkan prukades di kawasan Sumba Timur. Langkah tersebut perlu dilakukan mengingat secara geografis kawasan ini tidak sesubur kawasan pertanian maupun perkebunan di Jawa atau Sumatera.

Terkait penyediaan teknologi, lanjutnya, pemerintah maupun masyarakat mau tidak mau harus bekerja sama dengan dunia usaha karena mereka yang mempunyai kemampuan dalam penyediaan teknologi baik dalam pengolahan masa tanam maupun pasca panen.

“Memang ada stigma Sumba kurang baik untuk pertanian, karena kondisi geografis. Namun asal ada teknologi, kemauan dan kolaborasi bersama masalah tersebut akan diselesaikan,” ujar Eko Putro Sandjojo.

Editor: Achmad S

Exit mobile version