NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Mantan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Dr Fuad Bawazier menilai lembaga-lembaga survei adalah pihak yang kalah dalam perhelatan Pilkada Serentak 2018. Sebab, ramalan sejumlah lembaga survei dinilainya tidak sesuai dengan hasil penghitungan suara sementara usai digelarnya pencoblosan pada 27 Juni lalu.
“Dari hasil hasil perhitungan sementara Pilgub 27 Juni 2018 yang jelas kalah adalah lembaga-lembaga survei, setidak tidaknya sebagian dari lembaga survei, karena ramalan atau karangan dan bisa jadi keinginannya tidak sesuai,” kata Fuad melalui keterangan tertulisnya, Kamis (18/6/2018).
Dia mencontohkan Sudirman Said di Jawa Tengah (Jateng) yang diprediksi rendah oleh sejumlah lembaga survei sebelum-sebelumnya. “Ternyata suaranya mencapai 40-an persen. Begitu pula pasangan Asyik (Sudrajat-Syaikhu) di Jabar yang diprediksi hanya 10-an persen ternyata sekitar 30-an persen,” ucapnya.
Padahal lembaga survei, katanya, terus menerus mensurvei sampai minggu-minggu terakhir. “Saya kira kalau surveinya objektif, seharusnya tidak kecolongan yang begitu memalukan selisihnya. Bukan lagi margin of error yang dikenal dalam dunia statistik, tetapi ini benar-benar error yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah kecuali dengan bersilat lidah,” jelasnya.
“Saya kira lembaga survei harus introspeksi, berani jujur dan objektif, tidak memihak atau diam-diam menjadi konsultan salah satu calon atau konsultan untuk memusuhi/mengalahkan calon tertentu,” tambahnya.
Karena, kata dia, lembaga survei adalah bisnis kepercayaan (seperti halnya bank), sehingga tidak boleh menyesatkan. Melihat geliat yang mencurigakan ini, Fuad menambahkan, sebaiknya ada aturan dan penilaian yang ketat terhadap bisnis lembaga survei sebagaimana layaknya bisnis-bisnis kepercayaan masyarakat lainnya.
“Sebelum industri survei berkembang menjadi bisnis mafia dan atau dicampakkan masyarakat. Semoga menjadi renungan kita bersama,” pungkasnya. (red/nn)
Editor: Gendon Wibisono