NUSANTARANEWS.CO – Mantan Kepala Badan Intelijen ABRI (BIA), Mayjen TNI (Purn) Zacky Anwar Makarim mengungkapkan bahwa senjata yang menghebohkan itu adalah senjata “rongsok” yang merupakan sisa-sisa perang saudara di Aceh – ketika Aceh masih sebagai daerah operasi meliter (DOM). Sebelum menceritakan tentang senjata yang menghebohkan itu, Mayjen TNI (Purn) Zacky Anwar Makarim, mengatakan bahwa Soenarko itu seorang patriot yang banyak memperoleh penghargaan, temasuk pujian internasional. Seperti dalam menjalankan misi rekonstruksi Aceh pasca bencana Tsunami, di mana Indonesia di puji berkali-kali oleh dunia internasional.
Keberhasilan “mengamankan pembangunan” Aceh pasca bencana Tsunami itulah yang dijadikan patokan. PBB menyampaikan apresiasi yang luar biasa atas berlangsungnya perdamaian ini. Tanpa ada gangguan. Kita dipuji berkali-kali. Ini adalah jasa Soenarko yang sangat besar, dua kali pujian internasional kepada dia, kata Zacky.
Selanjutnya, mantan Kepala Badan Intelijen ABRI (BIA) ini menuturkan bahwa tidak gampang membicarakan perdamaian. Mudah diucapkan, tapi sulit dilaksanakan. Delapan puluh persen perdamaian di luar negeri itu gagal. Di Timur Tengah, sudah damai perang lagi. Damai, perang lagi. Di Afrika sama, begitu pula di Amerika Latin, papar Zacky dalam sebuiah acara konferensi pers, Jum’at (31/5), di kawasan Senayan, Jakarta.
Lebih jauh, Zacky memaparkan bahwa perdamaian di Aceh, sudah berlangsung selama 14 tahun, sejak 2005. “Apakah itu pekerjaan yang gampang? Itu pekerjaan yang sangat sulit!,” tegas Zacky.
Saya bertanya kepada para bekas mantan panglima, semua berbeda pendapat, sesama anggota Gam saja berbeda-beda. Demikian pula sesama pejuang merah putih pun berbeda-beda. Tetapi ada satu tujuan kita bersama, yakni bagaimana mensejahterakan rakyat Aceh. Bagaimana mengamankan pembangunan rakyat Aceh, ungkap Zakcy.
“Mengamankan MOU perdamaian bukanlah pekerjaan mudah. Tidak gampang membicarakan perdamaian. Sehingga misi rekonstruksi Aceh pasca Tsunami yang kondusif mendapat pujian international,” ungkapnya.
Zacky kemudian bertutur, kita menjalankan misi kemanusiaan atas luka-luka rakyat Aceh yang kehilangan keluarga, kehilangan anak, kehilangan orang tua, kehilangan ibunya selama hampir tiga puluh tahun perang saudara. Tapi dengan pendekatan yang baik, dan menguasai seluruh daya-daya, maksudnya pesantren-pesantren, kita tidak memiliki jarak dengan para pemimpin pesantren. Mereka bisa masuk seenaknya ke kodam, seperti dirumahnya sendiri, tuturnya.
Pendekatan yang baik, dapat mengobati luka batin yang ada dalam perang saudara. Inilah mengapa saya selalu konsen jangan sampai kita perang saudara, lanjut Zacky menegaskan.
Keberhasilan pemulihan kepercayaan pemerintah pusat dan pemeritah daerah adalah tugas strategis ke empatnya. Keberhasilan pemulihan itu tercermin dengan turunnya senjata-senjata, tanpa diminta, mereka melaporkan diri sendiri. Sehingga ratusan pucuk senjata mengalir tanpa diminta. Ibu-ibu menyerahkan senjata. Anak-anak kecil menyerahkan senjata. Itu tugas strategis Soenarko yang dilakukan dengan sangat baik, tuturnya lebih lanjut.
Dia seorang patriot, dituduh makar. Oke tidak apa-apa. Mungkin ada disinformasi. Ada mis-komunikasi, ada timing yang tidak tepat di mana suhu politik memang sedang meninggi, ujarnya menganalisa situasi.
Nah, terkait dengan senjata. Saya bukan ahli senjata, tetapi praktisi pemakai senjata. Saya tujuh belas kali memimpin opersi militer. Saya tahu berbagai bentuk senjata. Saya pengguna senjata. Jadi foto yang ada sini, saya tahu senjata ini. Jenis kelaminnya ada 3 (tiga). Yang pertama adalah AR 15. Induknya adalah AR 15. Tetapi popornya sudah diganti dengan yang punya M16, seri ke berapa, saya tidak tahu. Karena saya tidak pernah menggunakan M16.
Kemudian di apunya “lade”, ini bikinan bengkel dari Medan. Bengkel sepeda atau bengkel apa? Juga ada peredam, bahannya dari bekas motor honda, entah tahun berapa.
Artinya senjata ini bisa dikategorikan AR 15 sebagai kelamin pertama, kemudian diubah menjadi M16 A1 laras pendek. Sangat pendek. Sementara sniper itu larasnya 17,5 inci sampai 27 inci. Jadi kalo saya inspeksi senjata, saya bongkar, saya lihat larasnya, sudah berapa butir ribu peluru. Jika sudah 10 ribu buang, ganti.
Jadi ini senjata rongsokan. Senjata rongsokan ini yang kita hebohkan. Karena saya tidak melihat barang, hanya foto, maka saya tidak berani memberi komentar banyak. Tapi saya masih percaya kepada aparat penegak hukum, ini akan clear dengan melihat akar permasalahannya. Sekali lagi, saya tidak ingin masalah ini menguras tenaga dan energi kita, pungkasnya menutup pembicaraan. (Agus Setiawan)