NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Mencermati sejumlah produk kebijakan aneh Komisi Pemilihan Umum RI (KPU RI) peneliti senior dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro menegaskan untuk pemaparan visi misi capres-cawapres harus tetap dilakukan. Sementara KPU sendiri, Jumat (4/1), secara resmi telah memutuskan meniadakan penyampaian visi misi capres-cawapres saat sebelum debat.
“Kesepakan awal memang mendahulukan penyampaian visi misi program. Karena ini yang ditunggu masyarakat,” kata Siti Zuhro saat dihubungi redaksi, Minggu (6/1).
Menurut Siti Zuhro, kebijakan KPU membatalkan penyampaian visi misi, tentu akan menimbulkan pertanyaan. “Maksudnya publik bertanya mengapa dibatalkan?,” ucapnya.
Dirinya mengungkapkan, di semua negara demokrasi penyampaian visi misi dari masing-masing kandidat kepala negara lazim dilakukan. Dengan begitu menurut Siti Zuhro, kebijakan KPU meniadakan segmen pemaparan visi misi masing-masing capres-cawapres disebutnya tidak tepat.
“Pemilu tanpa penyampaian visi misi program tidak tepat. Artinya tetap harus dilakukan,” tegasnya.
Zuhro mengaku bingung dengan kebijakan KPU mendiskualifikasi program penyampaian visi misi capres-cawapres sebelum debat. Sementara menurut dia, visi misi merupakan hal paling subtansial.
“Yang paling kontroversi dan membingungkan adalah dibatalkannya penyampaian visi misi. Padahal ini bagian substantif karena perlu diketahui secara luas oleh rakyat,” ungkapnya.
Dirinya juga tidak habis pikir dengan kebijakan KPU lain yang memberikan hak suara terhadap orang gila.
“Bagaimana menjamin bahwa mereka (orang gila) bisa benar-benar oke untuk menggunakan hak politiknya dalam pemilu?,” imbuhnya.
Dua hal itulah menurut Siti Zuhro disebut sebagai kebijakan paling aneh KPU dari 4 kebijakan aneh lainnya. Kebijakan KPU itu antara lain (1) kotak suara berbahan kardus, (2) hak pilih bagi orang gila, (3) peniadaan paparan visi misi capres dan (4) pembocoran materi pertanyaan debat.
Pewarta: Romandhon
Editor: Banyu Asqalani