NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pengamat politik dan hukum dari The Indonesian Reform, Martimus Amin mengatakan lembaga-lembaga survei berpotensi menyeret Jokowi bernasib sama seperti Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Pasalnya, sejumlah lembaga survei nasional secara berjamaah dan kompak mengusung tinggi-tinggi elektabilitas Jokowi menjelang Pilpres 2019. Termasuk salah satunya lembaga survei Indikator Politik Indonesia.
“Menjelang pembebasan Ahok dari penjara, lembaga survei yang pernah menjadi pendukung Ahok yakni Indikator Politik Indonesia, tak mau kalah mewarnai jagat pemberitaan dengan mengeluarkan rilis survei terbarunya menyebutkan pasangan Jokowi-Ma’ruf mengungguli pasangan Prabowo-Sandi. Berdasarkan hasil survei 1/8-2018 dinyatakan bahwa elektabilitas Jokowi-Ma’ruf sebesar 54.9 persen, sementara Prabowo-Sandiaga sebesar 34.8 persen,” ungkap Martimus dikutip dari keterangan tertulisnya, Jakarta, Senin (14/1/2019).
Dia menjelaskan, para sindikat lembaga survei selalu memainkan pola lama susul menyusul merilis keunggulan kadidat petahana.
“Pada pilkada DKI jakarta lalu demikian pula, namun hasil akhirnya sebagimana kita ketahui bersama hasil survei dari lembaga survei ini tidak pernah akurat. Ahok nyungsep kalah telak dari pasangan Anis Baswedan-Sandi,” ujarnya.
Tragisnya, lanjut Martimus, tidak lama usai pemilihan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta putaran kedua, tepatnya pada tanggal 9 Mei 2017 hakim secara bulat menjatuhkan vonis hukuman penjara 2 tahun terhadap Ahok yang terbukti telah melakukan penistaan agama.
“Jika survei lembaga survei akurat cerita nasib Ahok akan berkata lain. Jika Ahok memenangi pilkada secara politis akan menjadi pertimbangan bagi hakim menjatukan vonis bebas atau sekedar pidana bersyarat saja terhadap Ahok. Akibat penipuan survei membuat Ahok bernasib sial dangkalan,” sebutnya.
Dia melanjutkan, kini para sindikat lembaga survei ditambah LSI pimpinan Denni JA satu dan lain hal mersa kecewa berat proposal penawaranan pekerjaaannya ditolak Prabowo, bersatu dengan koor suara sama untuk mengelabui publik dengan opini-opini rilisnya bahwa Jokowi petahana unggul fantastik memenangi pertarungan melawan pasangan Prabowo-Sandi.
“Lembaga survei telah menjadi buta karena duit bayaran. Menafikkan data-data akurat terkait pasangan Prabowo-Sandii yang selalu dominan dan berjaya mengungguli di seluruh poling media sosial,” urainya.
Dan memusingkan mata dari fakta, kata dia, bahwa kampanye pasangan Prabowo-Sandi selalu gegap gempita dihadiri ratusan ribu lapisan masyarakat luas. Sementara, kampanye pasangan Jokowi-Ma’ruf hanya dipenuhi undangan bangku kosong.
“Perlawanan rakyat bangkit di mana-mana pose berani mereka simbol dua jari saat berfoto dalam tiap event acara-acara kampanye Jokowi,” ulasnya.
Martimus menuturkan, semua upaya kini dilakukan petahana agar pasangan Jokowi-Ma’ruf menang. Bahkan, kata dia, mesin kekuasaan digerakkan dari tingkat atas sampai bawah. Polisi BIN, birokrasi, KPU, dana desa, dana lurah, dana Bansos, dana camat, dana bupati, dana gubernur, dana menteri, sampai dana korupsi digunakan untuk memenangi pertarungan.
Namun akhirnya jua kejahatan pasti akan kalah, kata Martimus. Sekarang ini, lanjutnya, Jokowi-Ma’ruf bukan lagi melawan pasangan Prabowo-Sandi, tapi telah berhadapan dengan kekuatan gerakan rakyat semesta (umat) yang sudah mencapai titik nadir terhadap rezim Jokowi.
“Dan peran lembaga-survei tidak hanya akan menjerumuskannya dalam kekalahan mengenaskan, tetapi juga menjadikan nasibnya sama seperti Ahok masuk penjara,” pungkasnya.
(bya/asq)
Editor: Banyu Asqalani