NUSANTARANEWS.CO – Direktur Eksekutif Indonesian Moeslim Crisis Centre (IMC2), Robi Sugara, menilai bahwa kebijakan pelarangan terhadap 7 negara Islam untuk memasuki Amerika Serikat (AS) yang dikeluarkan oleh Presiden Donald Trump tidak akan mengganggu perekonomian AS.
Pasalnya, menurut Robi, ketujuh negara Islam yang dilarang masuk tersebut tidak memiliki hubungan di bidang perekonomian dengan AS.
“Dari segi kepentingan nasional yang aspeknya ekonomi, kebijakan itu tidak merugikan Amerika karena tidak memiliki hubungan ekonomi. Ini jelas aspeknya kepentingan bisnis. cuma masalahnya, apakah AS juga bersedia untuk tidak mengintervensi urusan dari negara-negara tersebut?” ungkapnya kepada Nusantaranews saat dihubungi, Jakarta, Selasa (7/2/2017).
Robi menyebutkan, hubungan bilateral pihak AS dengan negara-negara Islam di luar ketujuh negara yang dilarang itu juga akan baik-baik saja.
“Kalau dari G to G (Government to Government) nggak akan mengganggu. Hanya akan bermasalah di tingkatan non state actor saja,” ujarnya.
Robi juga menegaskan, tidak akan ada negara Islam yang berani melakukan pemboikotan kerja sama dengan AS. Hingga saat ini, lanjutnya, yang melakukan protes keras terhadap kebijakan Trump itupun hanya sebatas perseorangan saja.
“Nggak bakalan bisa (boikot). Coba sebutkan negara muslim yang mana yang mungkin bisa melakukan itu (boikot)? Sekarang negara mana yang sudah protes? Yang protes kebanyakan non state actors,” kata Dosen HI di Fisip UIN Jakarta itu.
Bahkan Indonesia sekalipun, menurut Robi, tidak akan berani melakukan protes keras. Hal itu disebabkan, sebagai Anggota ASEAN, Indonesia juga menganut diplomasi non intervensi. “Jadi nggak mencampuri (urusan) negara lain,” ujarnya.
Di samping itu, Robi menilai, alasan Trump mengeluarkan kebijakan pelarangan tersebut pun sangat realistis. Terutama terkait penghematan anggaran keamanan dalam negeri AS.
“Realistis banget, karena bisa menghemat anggaran, khususnya anggaran keamanan. Ingat, Trump itu orang bisnis. Hitung-hitungannya sangat aspek bisnis, untung rugi dan jika bisa menghemat, kenapa tidak?” ungkapnya.
Kendati demikian, lanjut Robi, meskipun kebijakan larangan memasuki AS kepada 7 negara Islam itu diberlakukan, tidak menutup kemungkinan aksi teror tetap akan terjadi di dalam negeri AS. Hanya saja jika melihat insiden yang terjadi belakangan ini, Robi menuturkan, aksi teror seperti sedikit bergeser ke negara lain.
“Meski sebenarnya penyumbang untuk kasus WTC sebenarnya warga Saudi. Tapi aku melihat juga ada pergeseran teror ke Rusia dan Cina. Kalau perekonomoan dunia bisa ditake over oleh Cina dan Rusia, teror bergerak ke sana. Kalau Eropa akan memilih yang strategis. Brexit itu merespon kemungkinan pergantian kepemimpinan dunia,” ujarnya.
Berdasarkan informasi terakhir, Hakim Federal, James Robart, di Seattle, Washington, AS, telah mengeluarkan putusan untuk menghentikan sementara penerapan kebijakan imigrasi Trump itu pada Jum’at (3/2/2017) pekan lalu.
Reporter: Deni Muhtarudin