Hukum

Kuasa Hukum Jeremy: Patrick Morris Harus Dianggap Mengerti Benar Yurisprudensi Putusan MA

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Beberapa waktu lalu, Polda Metro Jaya mengaku telah menerima pelimpahan kasus Jeremy Thomas dari Polda Metro Bali setelah Kejaksaan Tinggi Bali memberikan petunjuk (P19) tentang lokasi kejadiannya di Jakarta. Dikatakan, Polda Bali telah menetapkan tersangka terhadap Jeremy dalam kasus villa di Ubud.
Diketahui, kasus ini bermula dari laporan seseorang bernama Alexander Patrick Moris. Kasus yang dilaporkannya adalah jual beli aset villa senilai Rp 16 miliar pada 2014 silam.
Amin Zakaria, Kuasa Hukum Jeremy Thomas dengan tegas membantah tuduhan Patrick Morris. Pasalnya, berdasarkan fakta pada tanggal 13 Februari 2014, Patrick Morris telah menandatangani kwitansi yang menyebutkan telah menerima uang sejumlah Rp 8.500.000.000,- dan telah menandatangani persetujuan atas perincian pengeluaran biaya-biaya juga pada tanggal 25 Februari 2014 Patrick Morris telah menandatangani kwitansi yang menyebutkan telah menerima uang sejumlah Rp 17.000.000.000,- dari Jeremy.
Kemudian pada tanggal 14 Februari 2014, Patrick Morris sendiri telah membuat dan menandatangani surat pernyataan. Hal ini menunjukkan sequensial peristiwa hukum bahwa secara sadar Patrick Morris melakukan perbuatan-perbuatan hukum yang berhubungan dengan perkara yang diduga dilaporkannya.
“Dan juga secara hukum, yang dilakukan antara Jeremy dan Patrick Morris adalah transaksi keperdataan yang tidak ada unsur-unsur penipuan, karena Alexander Patrick Morris harus dianggap mengerti benar tentang nilai kwitansi-nilai yang diterimanya (Yurisprudensi Putusan MA No.104 K/Kr/1971 tanggal 31 Januari 1973). Demikian pula berdasar Yurisprudensi Putusan MA No.39 K/Pid/1984 tanggal 28 Agustus 1984, di mana dari yurisprudensi tersebut dapat ditarik kesimpulan yang pada pokoknya, bahwa suatu hubungan hukum yang didasari pada suatu perjanjian dan telah ada prestasi yang diberikan maka hubungan hukum tersebut adalah hubungan hukum keperdataan,” jelas Amin, Jakarta, Minggu (13/8/2017).
“Dengan demikian hubungan hukum yang terjadi antara Alexander Patrick Morris (Pelapor) dengan Jeremy Thomas (Terlapor) merupakan hubungan perdata dalam bentuk perjanjian, yang tidak dapat ditafsirkan sebagai tindak pidana penipuan ex pasal 378 KUHP,” ungkap Amin.
Nama Alexander Patrick Morris ini diketahui memang tak cukup dikenal publik. Selain karena memang bukan WNI, Patrick Morris diketahui telah berulang kali terlibat kasus penipuan, penggelapan dan pencucian uang. Di Indonesia, Patrick Morris bahkan tercatat dua kali ditetapkan sebagai tersangka kasus penipuan yakni pada 2012 dan 2014 silam. Dan pada 2015, Patrick Morris dinyatakan DPO.
Pada 2012, penguasaha asal Jerman bernama Herman Oliver Andreas pernah melaporkan Patrick ke Polda Metro Jaya. Saat itu, Jaksa penuntut umum mendakwa Patrick dengan pasal berlapis mulai dari Pasal 372 KUHP (penggelapan), Pasal 378 KUHP (penipuan) hingga Pasal 3 UU Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Tak berhenti sampai di situ, dua tahun kemudian Patrick Morris kembali melakukan tindakan penipuan. Ia telah dipidana berkaitan dengan tanah dan bangunan aquo. Dalam kasus ini, sesuai Putusan Pidana PN Gianyar Nomor 119/Pid.R/2014/PN.GIR yang dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar Nomor 09/Pid/2015/PT.DPS, Patrick Morris dipidana kurungan. Kemudian keluar Surat Kepala Kejaksaan Negeri Gianyar Nomor B/1457/P.1.15/Euh.3/06/2015 tanggal 9 Juni 2015 yang memerintahkan kepolisian mencari dan menangkap Patrick Morris. Sejak saat itu, Patrick Morris masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).
Kisah berlanjut. Salinan Petikan Putusan Nomor 1005/Pid.B/2014/PN.Jkt.Sel, Patrick Morris juga terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan dan pencucian uang. Dalam putusan ini, mantan konsulat Australia itu dipidana dengan pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan serta denda sebesar Rp 500.000.000,-. Bahkan Putusan PT JAKARTA Nomor 48/PID/2015/PT.DKI Tahun 2015 menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Patrick Morris dengan pidana penjara selama 4 tahun.
“Sehingga kualitas pelapor sebagai saksi dalam dugaan tindak pidana yang sama tentu seharusnya secara hukum dikesampingkan,” tegas Amin.
Kasus ini sebenarnya sudah selesai. Sebab, Polda Bali yang memproses kasus ini sudah mengeluarkan Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3). Tapi belakangan, kasus ini malah diambil-alih oleh pihak Polda Metro Jaya, dan langsung menetapkan aktor senior itu sebagai tersangka.
“Bahwa berdasar fakta hukum di atas maka apa yang dilaporkan terhadap klien kami, Jeremy Thomas tentulah tidak memenuhi unsur-unsur Pasal 378 KUHP tentang Penipuan sebagaimana yang dilaporkan. Bahwa tidak adanya dugaan tindak pidana penipuan dalam perkara tersebut juga telah digelar oleh Biro Wassidik Bareskrim Mabes Polri dan dikuatkan oleh Polda Bali tertanggal 12 Agustus 2016 melalui Surat Ketetapan Nomor S.Tap/69.B/VIII/2016/Ditreskrimum tentang Penghentian Penyidikan, karena bukan merupakan tindak pidana. Sehingga untuk itu pun kami mempertimbangkan untuk melaporkan balik dugaan adanya laporan palsu,” tandasnya. (ed)
Editor: Eriec Dieda

Related Posts