NUSANTARANEWS.CO – Dalam sebuah esainya berjudul KTT Pinjam Sana-Sini yang dimuat di Jppn.com pada 18 November 2018, mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan memberikan ulasan menarik mengenai penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC 2018 yang digelar di Papua Nugini baru baru ini yang berujung ricuh. Berikut ulasannya:
“Baru sekali ini terjadi. Sebagian peserta KTT APEC tidak tinggal di negara penyelenggara: Papua Niugini. Sampai jadi bahan guyonan.
Wakil Presiden Amerika Serikat misalnya, tinggal di Australia. Demikian juga Sultan Bolkiah dari Brunai.
Pagi-pagi mereka terbang dari Australia. Menghadiri sidang-sidang APEC. Sorenya balik ke hotel mereka di Australia. Tepatnya di Cairns. Kota kecil di negara bagian Queensland. Yang menghadap ke Papua Niugini.
Penerbangan dari Cairns ke Port Moresby, tempat sidang, memakan waktu 1,5 jam.
Tentu alasan utamanya adalah keamanan. Papua Niugini dikenal tidak aman. Fasilitasnya juga minim. Beberapa kegiatan terpaksa dilakukan di atas kapal. Yang bersandar di pelabuhan Port Moresby. Termasuk pidato dua tokoh penting: Wapres AS Mike Pence dan Presiden Tiongkok Xi Jinping.
Ada alasan guyonan kenapa Mike Pence tidak mau tinggal di Port Moresby. Ibukota Papua Niugini itu sudah seperti dikuasai Tiongkok.
Jalan-jalan utama di sana dibangun oleh Tiongkok. Lewat program One Belt One Road (OBOR). Kalau Pence tinggal di Port Moresby sama saja dengan menjadi tamu Tiongkok.
Padahal Amerika lagi dalam keadaan perang. Lawan Tiongkok. Perang dagang. Bahkan juga perang program. Amerika lagi melaunching OPIC: saingan OBOR.
Pidato Pence kemarin di kapal itu penuh berisi promosi OPIC. Sambil menyindir habis-habisan OBOR.
Negara-negara Asia, kata Pence, jangan mudah tergiur belt yang mencekik dan one road yang menyesatkan. Penyebutan kata belt dan road di situ jelas menyindir OBOR.
Masalahnya OPIC-nya Amerika ‘hanya’ menyediakan dana USD 60 miliar. Sedang OBOR-Tiongkok USD 1 triliun.
Saat Pence berpidato Xi Jinping belum tiba di kapal. Dan saat Jinping tiba, Pence sudah meninggalkan kapal.
Xi Jinping tidak merespons sedikit pun serangan Pence. Ia lebih menekankan bahwa perang dagang yang sedang berlangsung hanya membuat semua pihak kalah. ”Tidak akan ada yang menang,” katanya.
Pengamat bahkan menilai Pence tidak mau tinggal di Port Moresby karena ini: tidak mau jadi penonton di panggungnya Tiongkok.
Panggung Tiongkok itu nyata adanya: kedatangan Xi Jinping dielu-elukan. Sampai anak sekolah pun dikerahkan untuk menyambutnya di pinggir jalan.
Spanduk-spanduk besar dibentang. Bahkan Papua Niugini merelakan Xi Jinping menghelat KTT sendiri. Sebelum KTT APEC. Yakni KTT antara Xi Jinping dengan kepala-kepala negara kecil di Pulau-pulau Pasifik Selatan.
Mereka itu dulu memihak Taiwan. Kini memindahkan kedutaan mereka ke Beijing. Setelah begitu banyak mendapat bantuan pembangunan dari OBOR.
KTT khusus itu seperti perlawanan. Itu karena Pence mengagendakan bertemu ketua delegasi Taiwan. Di sela-sela kegiatan KTT APEC.
Rupanya KTT APEC berubah: dari forum ekonomi negara-negara Pacific ke forum politik.
Apa boleh buat.
Tuan rumah KTT sekarang ini memang bersejarah: dilaksanakan di negara paling miskin di antara anggotanya. Papua kita jauh lebih maju dari tetangganya di timur itu.
Kalau pun Papua Niugini punya kelebihan dari Papua kita adalah: di sana kini punya 40 mobil Maserati yang mewah. Yang dibeli menjelang KTT ini. Yang bikin rakyatnya marah. Demo. Minta perdana menteri Peter O’ Neill mundur.
Tapi Peter O’ Neill cuek bebek.
Saat wartawan bertanya tentang 40 Maserati itu O’Neill balik meledek: kenapa kalian tidak bertanya saat Vietnam membeli 400 Audi. Ketika KTT APEC dilangsungkan di sana.
Masalahnya Vietnam memang mampu membeli. Sedang untuk KTT APEC kali ini Niugini harus minta sumbangan. Tidak mampu menanggung biaya penyelenggaraannya.
Permintaan sumbangan dikirim ke tetangganya: Australia. Satunya lagi ke juragannya: Xi Jinping.
Sampai ada yang meledek: ini bukan KTT APEC. Ini KTT XIPEC.”
*Tulisan ini sudah dimuat di Jppn.com