Hukum

KPK Belum Putuskan Sugiharto Sebagai Justice Collaborator

NUSANTARANEWS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga saat ini belum memutuskan pengajuan diri sebagai justice collaborator (JC) yang disampaikan tersangka kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) Sugiharto.

Jubir KPK, Febri Diansyah menyatakan, pihaknya masih mempertimbangkan untuk menyematkan status JC kepada  mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan pada Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri tersebut.

“Kalau memang salah satu tersangka mengajukan JC akan kita pertimbangkan lebih jauh dan hasilnya akan kita sampaikan juga,” tutur Febri, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat, (16/12/2016).

Diketahui penetapan status tersangka terhadap Sugiharto sudah dilakukan KPK sejak dua tahun yang lalu. Namun Sugiharto melalui pengacaranya baru mengajukan permohonan menjadi JC pada November 2016 kemarin.

Saat ditanya apakah hal tersebut tidak terlambat?

“Konsep dasar dari JC sebenarnya adalah yang mengajukan dari salah satu pelaku. Pelaku yang ingin mengajukan kerjasama dan menurut penyidik kemudian dapat mengungkap aktor yang lebih besar dan kasus yang lebih luas. Jadi sepanjang unsur-unsur itu terpenuhi, akan dipertimbangkan lebih jauh,” pungkasnya.

Baca Juga:  INILAH TAMPANG DEDENGKOT KORUPTOR PERS INDONESIA BINAAN DEWAN PERS

Sebelumnya kuasa hukum Sugiharto, yakni Soesilo Aribowo, mengatakan pengajuan JC sudah dilakukan pada bulan November 2016.

Adapun kasus ini sendiri sudah bergukir sejak tahun 2014 silam. KPK kini mulai membuka kembali kasus e-KTP kepada publik.

Kala itu, KPK menetapkan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan pada Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto sebagai tersangka. Dia berperan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek senilai Rp 6 triliun.

Dalam catatan KPK, proyek tersebut tidak memiliki kesesuaian dalam teknologi yang dijanjikan pada kontrak tender dengan yang ada di lapangan. Proyek, sesuai perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), merugikan negara sebanyak Rp 2 triliun.

Dalam perkembangnya, KPK kembali menetapakan satu orang tersangka. Dia adalah mantan Dirjen Dukcapil Irman.

Akibat perbuatannya itu, keduanya dikenakan Pasal 2 ayat 2 subsider ayat 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 dan 64 ayat 1KUHP. (Restu)

Related Posts

1 of 238