NUSANTARANEWS.CO – Advokasi Forum Indonesia untuk Transpransi Anggaran (FITRA) Apung Widadi mengakui bahwa pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2017 dikawal oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Namun hal tersebut tidak semata-mata menghilangkan niatan jahat para anggota parlemen untuk melakukan tindak pidana korupsi.
“Pasalnya KPK hanya mengawasi di awal-awal saja, sedangkan dititik-titik terkahir KPK malah tidak mengawasi sama sekali,” kata Apung dalam diskusi publik di Jakarta, Senin, (31/10/2016).
Buktinya lanjut Apung dimunculkannya kembali ide dana aspirasi Rp 11,2 triliun di era kepemimpinan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Padahal dana aspirasi ini hampir kandas saat Kementerian Keuangan masih dipimpin oleh Bambang Brodjonegoro.
“Akibatnya bukan tidak mungkin masalah seperti yang terjadi dalam kasus-kasus infrastruktur seperti masalah Dewie Yasin Limpo, kemudian yang baru-baru ini Damayanti Wisnu Putranti terjadi lagi,” katanya.
Karenanya dia mendesak DPR dan KPK untuk serius dalam mengawasi pembahasan APBN maupun APBN-P berikutnya, seperti yang pernah diiyakan oleh keduanya.
“Dimana yang dibahas KPK dan KPK katanya bakal ada sistem pencegahan, kemudian dalam setiap pembahasan terbuka, rupiah juga bisa dipantau. Jangan sampai janji itu hanya menjadi sebuah pencitraan, supaya publik tidak menyoroti masing-masing kinerja komisi, karena telah dipantau KPK,” tukasnya.
Sebagai informasi dalam Rapat Paripurna pada Rabu (26/10/2016) kemarin, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah resmi mengesahkan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017.
Dalam Undang-undang APBN 2017 ditetapkan pendapatan negara sebesar Rp 1.750,3 triliun dan belanja negara Rp 2.080,5 triliun, serta defisit Rp 330,2 triliun atau 2,41% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sedangkan, pertumbuhan ekonomi ditargetkan hanya 5,1%
Untuk pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1% lebih kecil dari pengajuan RAPBN 2017 yang disampikan Presiden Joko Widodo. Saat itu, Jokowi menyampaikan dalam Sidang Tahunan MPR pertengahan Agustus lalu, target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3%. Angka tersebut tidak berbeda dengan target pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2016 silam.
Sementara itu, asumsi inflasi 4,0%, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Rp 13.300, dantingkat suku bunga SPN tiga bulan 5,3%. Sedangkan harga minyak mentah Indonesia (ICP) dipatok 45 dolar AS per barel. Lifting minyak yang awalnya di RAPBN sebesar 780 ribu barel per hari dinaikkan menjadi 815 ribu barel per hari. Selanjutnya, lifting gas bumi tidak mengalami perubahan tetap 1,15 juta setara minyak per hari.
Alokasi transfer ke daerah dan dana desa ditetapkan naik Rp 4,9 triliun, dari rencana awal sebesar Rp 760,0 triliun menjadi Rp 764,9 triliun. Peningkatan anggaran ini, terutama berkaitan dengan kenaikan dana transfer umum, yaitu dana bagi hasil dan dana alokasi umum.
Peningkatan ini juga untuk infrastruktur daerah yang langsung terkait dengan percepatan pembangunan fasilitas pelayanan publik dan ekonomi dalam rangka meningkatkan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan, dan mengurangi kesenjangan penyediaan layanan publik antar daerah.
Dana transfer ke daerah ini terdiri atas dana perimbangan sebesar Rp 677 triliun yang meliputi Dana Transfer Umum sebesar Rp 503,6 triliun, dan Dana Transfer Khusus sebesar Rp 173,4 triliun.
Selain itu, juga terdapat Dana Insentif Daerah sebesar Rp 7,5 triliun dan Dana Otonomi Khusus termasuk Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar Rp 20,3 triliun.
Adapun Dana Transfer Umum terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp 92,7 triliun. Dana ini terbagi atas DBH Pajak Rp 58,5 triliun, dan DBH SDA Rp 34,2 triliun.
Sedangkan Dana Alokasi Umum (DAU) dipatok sebesar Rp 410,8 triliun yang terdiri atas DAU murni tahun 2017 sebesar Rp 401,1 triliun, dan dana kurang bayar atas sisa penundaan penyaluran sebagian DAU tahun anggaran 2016 sebesar Rp 9,7 triliun. Pagu DAU nasional tersebut dihitung sebesar 28,7% dari Pendapatan Dalam Negeri (PDN) neto.
Sementara itu, Dana Transfer Khusus (DAK) terdiri atas DAK Fisik sebesar Rp 58,3 triliun. DAK fisik ini terdiri dari DAK reguler sebesar Rp 20,3 triliun, DAK penugasan sebesar Rp 34,4 triliun, dan DAK afirmasi sebesar Rp 3,4 triliun. Selain itu, Dana Transfer Khusus juga terdiri dari DAK Nonfisik sebesar Rp115,1 triliun
Selain pertumbuhan ekonomi, kenaikan dana transfer ke daerah dan dana desa, juga disahkan target pembangunan 2017. Tingkat pengangguran tercatat di RAPBN 5,6%, tingkat kemiskinan 10,5%. Sedangkan, gini rasio dengan indeks 0,39 dari 0,38 pada RAPBN dan indeks pembangunan manusia 70,1. (Restu)